Get me outta here!

Hiatus


Hello... Long time no see yaaa..~~
Apa sudah terlalu lama blog aku ini hiatus? Sepertinya iya. Maaf ya, buat blog-ku tersayang ini, dan buat teman pembaca juga....
Terakhir posting Agustus 2014. Jadi sudah empat bulan lebih ya kira-kira? Lama juga ya, hehe.  Tidak bermaksud mencampakkan blog yang udah dibangun ini, tapi karena memang belum ada waktu buat nulis dan posting-nya. Sebenernya inspirasi banyak, tapi yang buat malas itu ngetiknya. Ah bukan malas, lebih tepat belum menemukan waktu yang tepat. Ah entahlah...
Masalah mencampakkan, ah bukan, hanya hiatus sejenak. Tidak mungkin aku tinggalin blog yang udah lama aku bangun, dan dengan follower yang ada, meninggalkan hobi yang sudah lama dipelihara, hilang begitu aja, sayang kan...
Dan mungkin cukup ini aja, sebagai pembuka awal dari masa hiatus. Permintaan maaf karena sempat hiatus dan ucapan terima kasih untuk pembaca –baca : pembaca setia– yang udah ninggalin jejaknya, serta pembaca lain yang hanya mampir hanya untuk melihat-lihat. Meski begitu tetap aku berterima kasih untuk kalian karena meski blog ini sedang hiatus, statistik blog ini tidak menurun drastis seperti yang aku bayangkan, hehe.

Semoga ini benar menjadi akhir dari masa hiatus blog-ku ini. Semoga. Aamiin. Doakan saja ya... :)

Kehadiran Bayangannya


Akan ada saatnya, dimana kamu harus benar-benar menyadari bahwa hidup tak sepenuhnya seperti yang kamu harapkan. Kamu harus menyadari, bahwa dia yang datang padamu tak bisa bertahan terhadap cobaan yang datang, tak bisa lagi melindungimu lagi, tak bisa lagi ada untukmu..

Kamu mengagumi dirinya. Menyayanginya melebihi dari yang seharusnya. Kamu selau menginginkan dia selalu ada untukmu. Menemani tiap harinya denganmu. Menjagamu dari kegundahan. Mendengarkan setiap keluh kesahmu. Dan selalu berusaha membuatmu tersenyum. Sosok yang selalu kamu harapkan kelak akan mendatangi orang tuamu. Berharap bisa hidup denganmu lebih lama lagi..

Tapi mendadak senyum itu hilang. Kala dia tak lagi mendengarkan apa yang kau ungkap, merasakan apa yang kamu rasakan, dan menghapus air matamu dengan tangannya yang hangat. Bahkan, dialah alasan mengapa kau menangis. Tapi dia tak lagi peduli padamu..

Dia pergi meninggalkanmu tanpa alasan yang jelas. Kamu berusaha tetap tegar. Dan berharap ini hanyalah mimpi belaka. Esok, ketika terbangun, semua masih baik-baik saja. Kau dan dia masih berbahagia bersama. Tapi nyatanya, kau tak sedang tidur, tak pula sedang bermimpi.

Handphone yang selama ini selalu berdering pun mendadak bisu. Tiap detik kau melihat benda itu, berharap ada telpon darinya. Atau pesan singkat saja, yang menanyakan bagaimana kabarmu, bagaimana harimu. Tapi dilayar handphone tak ada namanya muncul. Tak satupun.

Kau berusaha melanjutkan hidupmu. Meski semua terasa begitu berat. Melukiskan senyum palsu pun terasa berat. Makanan yang paling menarik matamu pun tak lagi dapat mengalihkanmu dari lamunan tentangnya. Kau lupa bagaimana rasanya lapar. Kau tak lagi mengenalnya..

Kau mencoba merebahkan tubuhmu. Mengistirahatkan pikiranmu yeang lelah. Mencoba menutup mata, mencari hal-hal yang indah yang patut dikenang. Tapi dia kembali muncul. Indah disana. Kau ingin segera membuka matamu, agar kau segera tersadar. Tapi hatimu menolaknya. Hatimu menginginkan dia tetap disana. Kau menyerah, membiarkan bayangan itu tetap disana. Perlahan air mata itu mengucur deras dipipimu. Kau mulai membenci menutup matamu..

Tempat indah yang kau kunjungi perlahan menjadi tempat yang menyanyat hati. Kau rasakan sesak yang teramat saat bayang itu kembali muncul dalam pikiranmu. Semua hal yang kau sukaipun mendadak menjadi hal yang kau benci. Semua hal mengingatkanmu tentangnya..

Kau berusaha menghibur diri. Mendengarkan musik favoritmu. Tapi belakangan, bukan menjadi lebih baik, malah kau merasa tiap bait lirik lagu itu mewakili setiap perasanmu kini. Sekali lagi, kau mulai membenci hal ini.


Hari-hari yang kau lewatkan pun terasa semakin gelap. Waktu yang biasanya berlalu terlalu cepat dengannya pun, kau rasa kini berjalan terlalu lambat hingga tiap detiknya terasa begitu menyiksamu. Hal apapun yang kau lakukan selalu mengingatkanmu padanya. Perlahan kau mulai membenci kehadiran bayangnya. Hanya bayangnya. Hingga tanpa sadar, kau kembali menitikkan air mata..

Kau menyadari betapa kau membutuhkannya. Kau merindukannya, tapi tak demikian dengannya..

The Reason I don’t Believe in Love (Again)


“Don’t love too much, don’t trust too much, don’t hope too much. So you don’t hurt too much.”

Terlepas dari dia, aku jatuh pada hatimu. Tapi sayang, Tuhan tak memberi banyak waktu pada kita. Kamu tak bisa jaga hatiku baik-baik. Kamu terlalu egois dengan hidupmu. Dan maaf, aku tak bisa bersama orang yang selalu menggadang-gadangkan arti kebebasan mutlak. Berkomitmen untuk bersama, harusnya setiap individu memiliki kepedualian satu sama lain, terlebih mengenai perasaan. Meskipun aku bilang kau bebas melakukan kegiatanmu, bukan berarti kau bisa seenaknya menginjak-injak perasaanku kan??

“If you love two people at the same time, choose the second one, because if you really loved the first one you wouldn’t have fallen for the second..”

Berharap kau lebih baik darinya, aku percayakan hatiku padamu. Tapi ternyata aku buta. Sekali lagi, aku belum menemukan orang yang tepat. Aku memang hidup untuk masa depanmu, tapi bukan berarti aku buta dan tuli terhadap apa yang pernah kamu lakukan. Itu hanyalah masa lalu, aku percaya bahwa setiap orang tidak semuanya memiliki masa lalu yang baik. Tapi, dengan menutup rapat masa lalumu dan membuatku buta tuli dengan kisahmu, apakah membuat hubungan kita baik-baik saja?? Kamu salah..

“Ketika seseorang memilih untuk sendiri, bukan berarti tak ada orang lain yang masuk dalam hatinya. Hanya mungkin, dia pernah merasakan kecewa karena berharap lebih kepada seseorang..”

Jujur saja. Aku sudah kembali lelah. Aku merasa harus kembali menjadi seseorang yang tidak lagi percaya bahwa cinta itu ada. Aku kenyang akan kekecewaan, dan ini sudah cukup sampai disini..

“The truth is you’re the reason I don’t believe in love anymore..”

Dan mungkin, inilah yang terjadi padaku..


Hanyalah Perempuan


Wahai laki-laki.. apakah benar kalian memiliki hanya satu nafsu (perasaan) dan sembilan pikiran (logika)?? Dan apakah benar, kami memiliki sembilan perasaan dan satu logika saja??

Apakah itu yang menyebabkan kita sulit untuk memahami satu sama lain?? Tapi kenapa?? Kenapa kita tidak saling melengkapi saja?? Kenapa kita tidak bergabung dalam suatu tujuan untuk kebahagiaan??

Bukankah cinta itu untuk saling melengkapi, saling memaafkan dan saling mengisi??

Wahai laki-laki.. mengapa kalian begitu mudah memutuskan segala hal yang berhubungan dengan perasaan tanpa merasakan apa yang kami rasakan?? Kenapa kalian memutuskan hal tentang perasaan menggunakan logika kalian?? Mengapa?? Apakah kami juga melakukan hal yang sama?? Begitu mudah memutuskan segala hal yang berhubungan dengan perasaan menggunakan perasaan?? Bukankah itu memang benar?? Perasaan menggunakan perasaan??

Kami menempatkan masalah logika dengan logika dan perasaan, masalah perasaan hanya dengan perasaan. Tapi, kenapa kalian menempatkan masalah perasaan dengan logika, dan masalah logika dengan logika kalian?? Lalu, dimana letak perasaan itu??

Apa kalian tahu??

Kami selalu berusaha untuk realistis, dengan logika. Tapi sangat sulit menggunakan logika kami ketika kami berhadapan dengan seseorang yang kami sayangi.. rasanya logika kami lemah, bahkan untuk sekedar mengatakan tidak pada kalian, kami sungguh merasa berat. Meski logika kami mengatakan tidak.. tidak.. dan tidak.. tapi perasaan kami merasa sangat beban untuk mengatakan tidak, kami merasa sangat bersalah, kami tidak bisa menolak. Kami merasa takut untuk dikecewakan, maka dari itu kami selalu berusaha untuk membahagiakan kalian.

Mengapa bisa begitu?? Apa itu dikarenakan kami hanya memiliki satu pikiran saja?? Sehingga pikiran kami kalah dengan jumlah perasaan yang kami miliki??

Lalu bagaimana dengan kalian??

Apakah pernah perasaan kalian kalah dengan logika kalian?? Apakah kalian pernah merasakan hal seperti ini??

Pasti sama saja ya. Kami sering sulit menggunakan logika kami untuk masalah perasaan, dan kalian sering sulit menggunakan perasaan untuk masalah logika kalian..

Kami selalu bertanya. Apakah perasaan yang kami miliki ini membebani persaan kalian, sehingga kalian malas merasakan hal yang kami rasakan?? Dan itu membuat kalian sering memutuskan hal tentang perasaan menggunakan logika??

Mengapa, kita tidak saling bertukar saja, lima logika dan lima perasaan, agar kita dapat saling mengisi, dan memahami, jika kalian memang tidak mau tahu tentang apa yang kami rasakan ini..

Lalu, apakah kita dapat saling melengkapi kalau begitu?? Tentu tidak, karena kita memiliki porsi yang sama. Hanya saja, cobalah menggunakan perasaan kalian, kami akan berusaha keras untuk menggunakan logika kami, sehingga kita bisa saling memahami. Bisakah??



(diambil dari sudut pandang penulis sebagai seorang perempuan)