Get me outta here!

The Reason I don’t Believe in Love (Again)


“Don’t love too much, don’t trust too much, don’t hope too much. So you don’t hurt too much.”

Terlepas dari dia, aku jatuh pada hatimu. Tapi sayang, Tuhan tak memberi banyak waktu pada kita. Kamu tak bisa jaga hatiku baik-baik. Kamu terlalu egois dengan hidupmu. Dan maaf, aku tak bisa bersama orang yang selalu menggadang-gadangkan arti kebebasan mutlak. Berkomitmen untuk bersama, harusnya setiap individu memiliki kepedualian satu sama lain, terlebih mengenai perasaan. Meskipun aku bilang kau bebas melakukan kegiatanmu, bukan berarti kau bisa seenaknya menginjak-injak perasaanku kan??

“If you love two people at the same time, choose the second one, because if you really loved the first one you wouldn’t have fallen for the second..”

Berharap kau lebih baik darinya, aku percayakan hatiku padamu. Tapi ternyata aku buta. Sekali lagi, aku belum menemukan orang yang tepat. Aku memang hidup untuk masa depanmu, tapi bukan berarti aku buta dan tuli terhadap apa yang pernah kamu lakukan. Itu hanyalah masa lalu, aku percaya bahwa setiap orang tidak semuanya memiliki masa lalu yang baik. Tapi, dengan menutup rapat masa lalumu dan membuatku buta tuli dengan kisahmu, apakah membuat hubungan kita baik-baik saja?? Kamu salah..

“Ketika seseorang memilih untuk sendiri, bukan berarti tak ada orang lain yang masuk dalam hatinya. Hanya mungkin, dia pernah merasakan kecewa karena berharap lebih kepada seseorang..”

Jujur saja. Aku sudah kembali lelah. Aku merasa harus kembali menjadi seseorang yang tidak lagi percaya bahwa cinta itu ada. Aku kenyang akan kekecewaan, dan ini sudah cukup sampai disini..

“The truth is you’re the reason I don’t believe in love anymore..”

Dan mungkin, inilah yang terjadi padaku..


Hanyalah Perempuan


Wahai laki-laki.. apakah benar kalian memiliki hanya satu nafsu (perasaan) dan sembilan pikiran (logika)?? Dan apakah benar, kami memiliki sembilan perasaan dan satu logika saja??

Apakah itu yang menyebabkan kita sulit untuk memahami satu sama lain?? Tapi kenapa?? Kenapa kita tidak saling melengkapi saja?? Kenapa kita tidak bergabung dalam suatu tujuan untuk kebahagiaan??

Bukankah cinta itu untuk saling melengkapi, saling memaafkan dan saling mengisi??

Wahai laki-laki.. mengapa kalian begitu mudah memutuskan segala hal yang berhubungan dengan perasaan tanpa merasakan apa yang kami rasakan?? Kenapa kalian memutuskan hal tentang perasaan menggunakan logika kalian?? Mengapa?? Apakah kami juga melakukan hal yang sama?? Begitu mudah memutuskan segala hal yang berhubungan dengan perasaan menggunakan perasaan?? Bukankah itu memang benar?? Perasaan menggunakan perasaan??

Kami menempatkan masalah logika dengan logika dan perasaan, masalah perasaan hanya dengan perasaan. Tapi, kenapa kalian menempatkan masalah perasaan dengan logika, dan masalah logika dengan logika kalian?? Lalu, dimana letak perasaan itu??

Apa kalian tahu??

Kami selalu berusaha untuk realistis, dengan logika. Tapi sangat sulit menggunakan logika kami ketika kami berhadapan dengan seseorang yang kami sayangi.. rasanya logika kami lemah, bahkan untuk sekedar mengatakan tidak pada kalian, kami sungguh merasa berat. Meski logika kami mengatakan tidak.. tidak.. dan tidak.. tapi perasaan kami merasa sangat beban untuk mengatakan tidak, kami merasa sangat bersalah, kami tidak bisa menolak. Kami merasa takut untuk dikecewakan, maka dari itu kami selalu berusaha untuk membahagiakan kalian.

Mengapa bisa begitu?? Apa itu dikarenakan kami hanya memiliki satu pikiran saja?? Sehingga pikiran kami kalah dengan jumlah perasaan yang kami miliki??

Lalu bagaimana dengan kalian??

Apakah pernah perasaan kalian kalah dengan logika kalian?? Apakah kalian pernah merasakan hal seperti ini??

Pasti sama saja ya. Kami sering sulit menggunakan logika kami untuk masalah perasaan, dan kalian sering sulit menggunakan perasaan untuk masalah logika kalian..

Kami selalu bertanya. Apakah perasaan yang kami miliki ini membebani persaan kalian, sehingga kalian malas merasakan hal yang kami rasakan?? Dan itu membuat kalian sering memutuskan hal tentang perasaan menggunakan logika??

Mengapa, kita tidak saling bertukar saja, lima logika dan lima perasaan, agar kita dapat saling mengisi, dan memahami, jika kalian memang tidak mau tahu tentang apa yang kami rasakan ini..

Lalu, apakah kita dapat saling melengkapi kalau begitu?? Tentu tidak, karena kita memiliki porsi yang sama. Hanya saja, cobalah menggunakan perasaan kalian, kami akan berusaha keras untuk menggunakan logika kami, sehingga kita bisa saling memahami. Bisakah??



(diambil dari sudut pandang penulis sebagai seorang perempuan)