Aku pernah mengalami masa seperti ini —bahkan lebih buruk. Perasaan yang telah tertata
rapi setelah sekian tahun lamanya mulai terobati, kembali rapuh ketika
mendapati apa yang diharapkan tak sejalan dengan kehendak yang aku harapkan. Sakit
memang. Tapi aku percaya inilah yang terbaik.
Dan semakin
buruk ketika ditambah dengan cerita yang sok melankolis dan romantis. Seperti kali
ini, film ber-genre drama(tis), mendayu dayu serta melankolis memang
tidak pernah cocok dengan seseorang yang sedang dilanda kegundahan. Aku sudah
tau, tapi tetap saja sok kuat. Itulah yang jadi masalah. Jadi, bukannya malah reda, malah jadi limbung. Jatuh,
semakin jatuh.
Pukul 8
malam. Menangis, berhenti, menangis, begitu seterusnya. Hingga tak terasa sudah
jam 3 pagi —bahkan lebih. Ah, tentu aku tak mau bekerja
dengan mata berkantung panda seperti ini. Kuputuskan untuk mengompresnya dan
beristirahat. Aku paksakan untuk tidur, tapi suara ayam jantan yang mulai
berkokok terlalu mengganggu. Entah jam berapa aku mulai tertidur, yang jelas
aku bangun seperti orang yang baru bermimpi menangis dengan lepasnya dan
dipaksakan untuk bangun. Ah, bukan mimpi ternyata.
Subuh tiba, mata sudah tak
separah tadi malam. Kemudian, aku berfikir. Sebenarnya apa yang aku tangisi? Siapa
yang aku tangisi? Film, atau kehidupanku yang tak beres? Entahlah. Kali ini aku benar bingung. Apa ini stres season
kedua?? Kupikir bukan, ini terlalu mengada ada. Tak ada
alasan untuk mengatakan hal ini. Lantas?? Aku masih mencarinya.
Ah. Ini pasti timbunan kesedihan
yang telah lama, dan baru keluar karena dirayu oleh film ini untuk menangis. Sebenarnya
aku kuat, kalau saja tak menonton film bodoh ini —mungkin. Kalau saja aku tidak
seceroboh ini —sok kuat, tentu aku tak akan membuang waktu tidurku yang
berharga.
“Jangan
membaca, menonton, ataupun mengingat hal apapun yang berbau dramatis ataupun
melankolis saat gundah melandamu. Itu membuatmu semakin terpuruk..” —Shamagachi,
with love and smile :))