Showing posts with label Langit Fiksi. Show all posts
Showing posts with label Langit Fiksi. Show all posts
Tak Ada Kasih tuk Berdialog
Posted by ADS on January 24, 2023 with No comments
Posted in Langit Fiksi, poetry
Masa SMA (puisi karya sendiri)
Posted by ADS on October 18, 2012 with 8 comments
Guna melengkapi
tugas Bahasa Indonesia mengenai puisi karya sendiri, saya mengarang sebuah
puisi.. Semoga bagussss… :3
Masa SMA
Oleh : Anggraeni Dias Saputri
Cerita dalam tawa, canda, dan tangisan
Mengkolaborasikan suka maupun duka
Menyatukan sesuatu yang berbeda menjadi nyata
Mengisahkan rangkaian cerita manis yang enggan
terhapus masa
Dentingan detik berputar begitu cepat
Mengalahkan pusaran angin tornado
Mengalahkan kuatnya deburan ombak dilautan
Apakah kehangatan itu akan hilang terbawa angin?
Apakah kebersamaan itu akan terkikis oleh deburan
ombak.?
Akankah masa itu akan kembali kurasakan.?
Masa itu….
Antara persahabatan dan percintaan
Menyajikan kisah romantis klasik untuk dikenang
Namun….
Seiring derap langkah yang kita atur bagai barisan
Menuju titik pusat dari segala keinginan
Meninggalkan coretan cerita manis yang telah kita
teguk
Akankah kita melupakannya.??
Posted in Langit Fiksi, Shamagachi's Tasks
Among The Two Doors ( part.V -TAMAT- )
Posted by ADS on October 07, 2012 with No comments
Cerita sebelumnya dapat dibaca di “Among The Two Doors” part. IV
….
Kini, liburan Maris telah usai. Kini ia harus kembali
untuk kuliah. Sebelum ia pergi, ia memutuskan untuk menemui Tea. Tak disangka,
saat itu Tea sedang bersama dengan seseorang. Rayan. Dilihatnya, wajah Tea yang
sangat bahagia bersama Rayan. Ia tak mau mengganggu. Dan ia terpaksa pergi
tanpa berpamitan. Dengan kekesalan dihatinya. Bukan salah Tea. Tapi salah
dirinya yang tak mampu mengungkapkan perasaannya yang sesungguhnya pada Tea.
Sebenarnya, kalaupun ia setuju, Nami, Asya, Frasya dan Eda akan membantu. Tapi
ia menolaknya. Bodohnya.
****
Beberapa hari tak melihat Maris, mebuat hati Tea
rindu. Ternnyata, dia benar benar rindu tidak mendengar suaranya, tak melihat
wajahnya.
“Hallo…”
“Hallo… Ada apa Te.?”
“Kak, kamu dimana sih.?”
“Liburanku udah abis. Aku lagi kuliah. Maaf…”
“Eh kakak kog nggak pamit aku kalo udah balik.?”
“Maaf Te… tut tut tut….”
Jawaban belum didengar, tapi handphone sudah
dimatikan. Sedih. Hatinya merasa sepi. Entah mengapa. Tea tak mengerti apa yang
sebenarnya terjadi. Kesal. Tea tak akan telpon lagi. Untuk saat ini.
****
Beberapa bulan telah berlalu. Kini Tea sudah kelas 3,
menjelang kelulusan. Sampai saat ini, Tea sudah lama tidak diganggu Maris. Dia
merindukan saat Maris mengganggunya. Liburan saat Maris dirumahpun, Maris tak
mengunjungi rumah Tea. Tak sekalipun menegur Tea. Tak sekalipun melihatnya.
Kini ia sibuk. Sok sibuk.
Hanya Rayan yang masih setia. Dia menelpon untu
bercerita. Dan Tea menanggapinya dengan senang hati. Tea sudah menganggap Rayan
sebagai kakaknya. Rayan pun tahu itu. Meskipun itu menyakiti hatinya. Ia tetap
bahagia. Dapat menjadi curahan hati Tea.
Hari ini pengumuman dimuat… Tea dan kawan kawan satu
persatu melihat pengumuman di internet bersama sama.. dan pengumuman yang
terakhir, untuk Tea..
“Nih Te pengumumannya. Aku bacain ya…”
“Jangan keras keras. Aku takuuutt.”
“Adrastea Permata Latvia….. Ehmmm.. intinya aja ya…”
“Iya iya cepetan…”
“Sabar nyonyaaaa… ekhem… Waduh… Kamu yang sabar ya
Te…”
“Eh… Nggak ketrima ya…” Tea lesu
“Sabar, soalnya kamu bakalan deket sama Kak Maris yang
cakep ituuuu.!!!”
“Ah ketrima.? Coba coba lihat…” Tak percaya apa yang
didengarnya, dia melihatnya sendiri di situs resmi itu. Sejenak kemudian.
“Yeeeeeee.!!!!!”
“Yee… Kita bareng Te… Kamu di psokologi, aku di
farmasi…” girang Frasya
“Yah, kenapa aku jauh sendiri si. UGM nan jauh
diasana..”
“Kan ada aku Da…” semangat Nami sambil memeluk
temannya itu. “Dan sama Kak Rayan tentunya.. hahaha”
“Betul betul…” Eda mendapat suntikan semangatnya
“Ih lha aku.? Sendirian.?” Asya berlagak melankolis
menerima nasib
“Nggak papa lagi Sya. Kamu kan ditengah.” Tea berusaha
menenangkan
“Pokoknya kalian harus ngabarin aku terus…”
“Iya neng….”
Berpelukanlah sahabat itu. Berpisahnya mereka bukan
berarti mereka harus putus persahabatan.
“Eh.. kamu nggak mau ngasih tahu Kak Maris.?”
“Enggak ah. Buat kejutan…”
“Ciye ciye….” Sorak mereka bersamaan disusul wajah Tea
yang memerah. Malu.
****
Tak ingin sengaja hendak menemui Maris. Tea berpura
pura sedang jalan jalan. Bersama Frasya sahabatnya. Hatinya selalu berdegup
kencang. Bagaimana nanti reaksi Maris ketika melihatnya.
“Eh Te.. itu Kak Maris. Diseberang jalan. Di Café
samaaaa....” Katanya sambil menunjuk kerumunan yang sedang berkumpul.
“Eh iya… Dan…. Sama cewek…. Balik aja yukk..” ajak Tea
kecewa
“Eh… Mereka mau pergi tuh… Kak Maris ngasih ke cewek
itu apaan.? Hadiah.?”
Tea tak menanggapi. Tak ingin menanggapi. Matanya memperhatikan
dengan saksama. Hingga kedua mata mereka bertemu. Menyadari itu, Tea langsung
memalingkan wajahnya. Maris tahu, dia mengenal betul siapa itu. Dikejarnya Tea.
Salah tingkah, Tea hendak pergi meninggalkan tempat itu. Namun tiba tiba…
tangannya tertahan oleh sesuatu. Tangan Maris.
“Te…” wajah Maris berseri. Bahagia.
“Siapa cewek tadi kak.?” Frasya menengahi
“Dia itu…” belum selesai berbicara Tea sudah
memotongnya
“Eh…. Kak Maris… maaf kak… Aku kesini cuma mau jalan
aja kog… Maaf udah ganggu…” nadanya begitu berat.
Maris tahu Tea sudah salah paham.
“Aku balik dulu kak…” Tea melangkah pergi. Hatinya
kacau.
“Kakak keterlaluan…” kata Frasya sambil meninggalkan
Maris yang terpaku
Maris berpikir keras. Ia tak mau kehilangan wanita
yang dicintainya sejak dulu itu. Dikejarnya Tea, dipegangnya tangan Tea,
ditariknya hingga tubuh Tea mendekati tubuh lelaki ini. Dipeluklah tubuh Tea
erat erat. Tea kaget. Terpaku. Kaku. Rasanya masih seperti dulu. Nyaman. Dan
Maris membisikkan sebuah kalimat…
“Dia saudara sepepuku…”
Tea kaget. Tak percaya apa yang didengarnya. Hatinya
kacau, bingung. Tapi ia sadar. Ia merasa…. Lega.
Frasya yang mendengar ucapan Maris itupun langsung
mengerti. Bahkan ia merasa bersalah sudah berpikir yang tidak tidak. “Ehem…
obat nyamuk obat nyamuk…”
Sadar hal itu Maris segera melepaskan pelukannya.
Dilihatnya Frasya yang cengar cengir dibelakangnya.
“Eh Sya.. Sorry, lupa sih.. haha..”
“Sialan…” katanya sambil emnggerutu
“Te.. kamu kesini nyusul aku ya.?”
“GR. Aku kesini mau kuliah tau.!”
“Kamu jadi kuliah disini.?”
“Kenapa.? Nggak boleh.?”
“Eh… Enggakkkkk…” Maris langsung menjawabnya
“Bakalan ada yang pacaran nih. Tetanggaan pula. Widih
widi…” goda Frasya
“ha ha ha…” mereka bertiga tertawa bersama
“Emang siapa pacaran sama siapa Sya.?” Tea menggoda
“Ekhem ekhem…” Maris berdehem
Sejurus kemudian digandengnya tangan Tea menuju
mobilnya yang terparkir disebrang jalan. Meninggalkan Frasya.
“Eh tungguin… aku ikut. Aku sebatang kara di sini
nih…”
****
TAMAT
Cerita ini hanya fiktif belaka. Nama, cerita atau
apapun yang memiliki kesamaan, maaf ya…. Namanya juga mengarang. Karya
pertamaku lho… :D
Salam Shamagachi… Happy blogging…. J
Posted in Langit Fiksi
Among The Two Doors ( part. IV )
Posted by ADS on September 07, 2012 with No comments
Cerita sebelumnya dapat dibaca di “Among The Two Doors” part.III
….
![]() |
Kak Narayan |
Tea tidak memperdulikan. Bete. Dia hanya memijit
kakinya yang sakit. Terkilir. Sambil menahan sakit, Tea mencoba berdiri. Tapi,
kakinya menolak untuk berdiri. Sebelum hampir terjatuh, tubuhnya sudah ditopang
tangan Maris.
“Ngapain kak.?” Tanya Tea dengan nada sewot
“Aku bantuin kamu dungu. Eh…. Pincang ya.? Sini aku
gendong.” Maris merendahkan punggungnya. Mempersilakan Tea untuk menaikinya.
“Nggak ah.
Makasih.”
“Mau kakinya bengkak dan nggak sekolah besok.?”
Tanpa ditanya dua kali, Tea sudah naik ke punggung
lelaki ini. Beberapa langkah selanjutnya.. Tak sadar, Tea merebahkan kepalanya
disebelah kepala Maris. Nyaman. Sadar akan hal itu, Maris tersenyum lega.
“Maris… Tea.? Kenapa kamu sayang.?”
“Jatuh Ma.. Mana temen temenku.?”
“Mereka udah pulang. Kelamaan nunggu kamu katanya. Maris…
Tolong bawa sampai kamar ya…”
“Ah mama, aku masih bisa jalan sendiri…”
“Bawa aja Ris…”
“Eh… iya tante…” Maris menuju kamar Tea.
“Ah… Nyampe juga. Berat juga kamu ya Te.. Nggak
nyangka aku.”
“Makasih.” Belum sembuh juga betenya.
“Te.. Aku minta maaf ya… gara gara aku kamu jatuh.”
Tea kaget. Tak percaya kalau laki laki ini akan minta
maaf. Wajah Maris kali ini serius. Kali ini Tea baru sadar, temannya benar. Wajahnya
memang tampan.
“Nggak papa kog…” jawab Tea sambil tersenyum sekenanya
“Besok aku anter kamu sekolah. Nanti aku bilang sama
mama kamu. Sebagai tanda maaf. Nggak usah protes. Oke. Aku pulang dulu. Cepet
sembuh ya..” diakhiri dengan senyum, akhirnya Maris melenggang pergi.
Tea tak berkata kata. Terhipnotis oleh perubahan
Maris, yang tanpa diduga duga bisa sangat baik dengannya.
****
“Tea.. kamu diantar siapa tadi.? Numben pake mobil,
biasanya jalan kaki. Eh, kamu kok pincang sih.?” Tanya Asya heran
“Eh…. Iya nih. Terkilir. Dan, itu mobilnya kak Maris.”
“Kak Maris.? Kog bisa.? Gimana ceritanya.?” Tanya Asya
“Cerita apa Sya.?” Tanya Nami bingung
“Ini, si nyonya dianter Kak Maris tadi pagi…”
“Serius kamu.?”
“Katanya….. makanya aku minta diceritain..”
“Eh.. Frasya sama Eda dimana sih.?”
“Nggak usah ngalihin pembicaraan deh..” Asya senewen
“Frasya kan nggak berangkat, ijin. Papanya dioperasi
hari ini. Kalo Eda, dia kan lagi tanding basket sama SMA Tanjung Harapan…”
jelas Nami
“Owh… Makasih Nami yang baik atas penjelasannya.” Kata
Tea sambil melirik Asya yang masih aja mrengut. “Oke oke aku ceritain….”
“Nah gitu donk…” wajah Asya berubah menjadi cerah
Diceritakanlah apa yang yang terjadi antara dia dan
Maris. Semuanya. Kecuali satu hal. Nyamannya saat dipunggung Maris.
….
Sepulang sekolah, tak disangka mobil yang
ditumpanginya pagi tadi sudah terparkir di depan sekolah. Kak Maris. Sosoknya
yang memiliki badan ideal, gayanya yang maskulin dan wajah yang tampan menarik
semua mata gadis yang melewatinya. Tak heran. Hanya satu orang yang terlihat heran,
Tea.
“Ngapain kakak disini.?”
“Jemput kamulah, sekalian ajak kamu jalan. Tenang aja,
aku udah pamitin ke mamamu kok.”
“Ciyeeee…. Kita diajak nggak nih.?”
“Eh, kalian harus ikut….”
“Ha.? Ikut.?” Tanpa sadarkata itu keluar dari mulut
Maris. Menyadari hal itu membuat suasana jadi kaku, Maris memperbaiki
kalimatnya. “Eh… Maksudku, kalian ikut aja..”
Menyadari hal itu, tidak diinginkan oleh Maris, Asya
turun tangan. Dan Asya tahu perasaan Maris sebenarnya.
“Ah, enggak kak. Makasih. Udah ada janji sama Nami.
Yak an Nam.?”
“Aku.? Janji apa.?”
“Itu lho… ehm… masak kamu lupa.” Jelas Asya sambil
menarik tangan Nami
“Aku kan mau i…..”
Belum selesai Nami bicara, kalimatnya sudah dipotong
oleh Asya yang langsung pergi menarik tangan Nami yang bersikeras ingin ikut.
Melangkah pergi sambil mengucapkan salam perpisahan…
“Duluan ya…”
Sejenak Tea melihat sahabatnya itu sangat aneh.
“Kok mereka aneh.? Kemaren ngebet mau ketemu, sekarang
ada orangnya malah kabur…”
“Udah ah. Ayo jalan…”
Sejurus kemudian, mobil telah melaju. Dengan perasaan
yang gembira, Maris, dapat membawa Tea pergi bersama. Hanya berdua.
“Aku mau pulang aja, besok ada ulangan. Aku nggak mau
capek…”
“Tapi…”
“Ah… Aku lagi bete…”
Mendengar kata itu, Maris pasrah. Dia tak mau memaksa.
Dia memang suka memaksa, tetapi tidak kali ini. Tidak dengan Tea.
“Baiklah…”
****
“Te… apa kamu nggak sadar.?” Nami membuka percakapan
“Sadar apa.?”
“Kak Maris itu suka sama kamu…” jawab Eda gemes
“Ngaco kudrat kalian…”
“Kamu yang nggak peka…”
“Peka.? Maksudmu Sya.?”
“Kak Maris ada buat kamu saat kamu sedih.” Jawab Asya
“Saat kamu butuh temen..” tambah Frasya
Kali ini dengan nada membentak Nami mengatakan,
“Bahkan saat kamu dengan teganya cuek sama dia aja, dia tetep berusaha ngibur
kamu Te.!!”
Diam. Tea hanya terdiam. Berfikir.
“Sekarang bilang ke aku. Apa perasaanmu ke Kak Rayan.?
Suka.?”
Lagi lagi Tea terdiam. Kembali berfikir.
“Kak Rayan cerita ke aku. Meskipun kalian jalan
berdua, pikiran kamu entah kemana. Yang kamu bicarain hanya tentang hebatnya
seseorang yang kuliah di ITB. Itu kak Maris kan.?”
Tertegun. Tea tersadar. Nyamannya saat bersama dengan
Kak Maris berbeda dengan nyamannya berada bersama Kak Rayan. Kini ia mengerti,
Kak Rayan. Dia hanya suka padanya seperti layaknya kakak dan adik. Tapi
perasaannya dengan Kak Maris berbeda, lebih. Lebih dari itu.
Bersambung…..
Cerita selanjutnya dapat di baca di “Among The Two Doors” part.V (TAMAT)
Posted in Langit Fiksi
Among The Two Doors ( part.III )
Posted by ADS on September 07, 2012 with No comments
Cerita sebelumnya dapat dibaca di “Among The Two Doors” part.II
….
“Udah neng, lubangnya..”
“Makasih ya Pak Uwi…”
“Sama sama neng…”
“Eh eh… siapa itu.? Cakep bener.?” Mata Frasya tertuju
oleh sesosok wajah menawan
“Oh… Itu kak
Maris. Tetangga sebelah.” Jawab Tea datar
“Kamu nggak pernah cerita si.? Jahat. Eh dia kesini…”
kata Frasya girang
“Eh… Te, ngapain kamu.? Ngubur kucing mati ya.?”
“Eh, ngaco. Ini, barang yang nggak penting kok kak.”
“Owh….” Maris paham apa itu. Ia tersenyum.
“Ehem eheeeem….” Frasya berdehem
“Eh ya kak, kenalin, temen sekelas aku.”
“Frasya Trika Putri Renaldi. Kelas 2 IPA 6 SMA Tri
Tunggal. Lahir 6 Januari 1995. Golongan darah O. Panggil aja Frasya.. Eh satu
lagi, aku single.”
“ckck..” Tea kegelian mendengar perkenalan Frasya yang
kelewat lengkap itu.
“Eh.. lengkap banget. Aku nggak perlu lengkap lengkap
ya kenalinnya. Panggil aja aku Maris.” Jawab Maris singkat, disusul senyumnya
yang khas memperlihatkan lesung pipitya. Manis.
Sejenak berbincang bincang, Frasya langsung dekat
dengan Maris. Lelaki ini memang bersahaja. Wajahnya yang tampan memang memikat.
Sikapnya dewasa dan mandiri. Frasya langsung nyaman dan kagum padanya.
****
“Te, kamu jahat banget si..”
“Apaan si.? Aku nggak ngerti deh.” Jawab Tea singkat.
“Apaan si Fra.?” Asya nggak kalah bingung sama Tea
“Itu… tetanggamu yang cakep itu…”
“Owh, kak Maris ya.?” Jawab Nami dengan bangganya
“Kamu kenal Nam.?” Frasya kaget
“Iya donk, tiap maen ke rumah Tea, Tea aku minta panggil
kak Maris. Sahabatku yang paliiiiiiing baik.” Kata Nami sambil memeluk paksa
Tea yang sedang asyik makan.
“Tuh kan Tea jahat….” Rengek Frasya sambil menarik
narik lengan Tea
“Eh kalian ngobrolin apa sih.?” Eda bingung
“Owh.. kalian gitu ya ama aku sama Eda.? Nggak dikasi
tahu…” ngambek Asya
“Astaga….” Jawab Tea datar.
“Nih ya, mau aku certain tentang kak Maris. Mau
nggak.?”
Frasya melirik Tea.
“Aku nggak mau cerita tentang kak Maris. Males.”
“Kog gitu si Te.?”
“Ya iyalah. Kak Maris itu kalo sama Tea itu suka
nggodain sampe Tea sebel jadi ya.. Tea pastinya sebel sama tu orang.” Terang
Nami
“Eh… kayaknya kamu kenal banget ya… certain dong….”
Pinta Frasya
“Eh aku mau main ke rumah Tea ah…” kata Eda
“Iya, aku juga ikut.!” Asya nggak kalah semangat
“Eh diem kalian semua… Nami mau cerita nih… Nam
lanjutin Nam…” pinta Frasya
“Ehem ehem… Kak Maris itu sekarang kuliah di ITB
fakultas MIPA semester 3 ini.”
“Wuiiiiiiih….” Frasya, Eda dan Nami kagum
“Dan yang pentiing……….”
“Yang penting apa Nam.?” Asya penasaran
“Iya apa.?” Eda geregetan
“Sabar donk. Ehemmmm… dia single.!!!” Teriak Nami
semangat sampai lupa dia dimana
Hening sesaat. Seluruh pengunjung Café memandang
mereka. Salah tingkah, Nami hanya tersenyum dan menyruput minumannya sambil
mengacungkan dua jarinya, peace.
“Kamu ngomongnya kurang kenceng Nam, hahaha…”
“Malah ketawa kamu Te…”
“Eh, kerumahmu yok Te…” ajak Frasya
“Eh….” Tea
kaget
“Ayo…” kini Eda yang memaksa sambil menarik paksa
lengan Tea
“Iya iya.. Ayo..” Asya nggak kalah, dia mendorong
tubuh Tea.
….
***
“Panggil sana Te kak Maris…” pinta Asya
“Harus nraktir aku lho. Satu satu pokoknya.”
“Iya iya gampang. Sana cepet.” Kata Eda sambil
mendorong Tea agar bergegas pergi
“Uh… Kalian nyebelin.” Teriak Tea dari luar pagar
rumahnya
….
“Eh tante..”
“Eh Tea… Nyari siapa Te.?”
“Itu tante.. Ehm… kak Maris..” jawab Tea sambil
nyengir
“Owh. Maris lagi ditaman, sana susul aja..” jawab
tante sambil senyum senyum
“Ehehe.. Makasih tante..”
….
“Kalo nggak buat sahabat baik aku, nggak mau aku
nyusul ke taman cuma buat Maris yang nyebelin itu. Uh.. dimana tuh orang.” Tea
‘bergumam’ dalam hati.
“Eh, aku denger apa yang kamu omongin Te.. Maklum,
wajah aku yang ganteng ini emang mempesona kok. Fansku nambah lagi ya.?”
“Ya ampun. Ngapain kakak diatas pohon.? Mangganya
berbuah juga enggak..”
“Enggak si. Tapi lihat matahari dari sini kelihatan
bagus. Kamu pasti nggak percaya. Sini naik.” Ajak Maris lembut. Tangannya
menjulur untuk membantu Tea. Tanpa berkata apapun, Tea meraih tangan Maris. Tea
menggenggamnya dengan kuat.
“Wah… tinggi banget, gimana aku turunnya kak.? Kamu
harus tanggung jawab pokoknya..”
“Iya iya gampang. Lihat tuh…”
Tea mengalihkan pandangannya pada arah yang
ditunjukkan Maris.
“Indah…” tanpa sadar Tea mengucapkan lembut kata itu.
Disusul senyumnya yang manis.
Maris tak melewatkan untuk memandang matahari yang
hendak beranjak turun itu. Tapi matanya tertuju pada sesosok wajah yang lebih
menarik hatinya, kalem manis. Tak sadar, Maris kini menatapnya lekat lekat.
Hingga matahari telah turun pun tidak menyadarkannya. Sampai Tea menyadari
Maris sedang menatapnya lekat lekat.
“Woy kak..” sapa Tea sambil melambai lambaikan
tangannya dadepan wajah Maris.
“Eh….” Maris kaget. “Ayo ke rumahmu Te….”
“Ngapain.?”
“Katanya fansku mau ketemu.?”
“Astaga…” Tea baru ingat. Tangan kanannya spontan
menepuk dahinya. “Gimana turunnya nih.?” Tea bingung.
“Aku turun dulu. Kamu liatin aku turun. Ntar kamu aku
bantuin. Ok.?”
“Iya, cepet cepet sana.!”
“Iya nih aku turun. Lihatin.!” Maris turun pelan pelan
agar diperhatikan oleh Tea. “Udah, cepetan kamu turun.”
“Aku takut kak, gimana kalo jatuh.?”
“Cerewet banget sih. Aku tinggal nih….” Maris
melangkah meninggalkan Tea
“Eh tungguuuuu…….” Gubrak. Tiba tiba Tea sudah ada di
tanah. Wajahnya mengernyit.
“ha ha ha.. Kamu ngapain di tanah.?” Ejek Maris.
Tea tidak memperdulikan. Bete. Dia hanya memijit
kakinya yang sakit. Terkilir. Sambil menahan sakit, Tea mencoba berdiri. Tapi,
kakinya menolak untuk berdiri. Sebelum hampir terjatuh, tubuhnya sudah ditopang
tangan Maris.
“Ngapain kak.?” Tanya Tea dengan nada sewot
“Aku bantuin kamu dungu. Eh…. Pincang ya.? Sini aku
gendong.” Maris merendahkan punggungnya. Mempersilakan Tea untuk menaiki
punggungnya.
….
Bersambung…..
Cerita selanjutnya dapat di baca di “Among The Two Doors” part.IV
Posted in Langit Fiksi
Among The Two Doors ( part.II )
Posted by ADS on August 07, 2012 with 8 comments
Cerita sebelumnya dapat dibaca di “Among The Two Doors” part.I
….
Minggu pagi ini Tea sudah berada ditaman. Duduk
terdiam. Lesu. Maris yang kebetulan lewat, menghampirinya.
“Hayoo.!” Maris mengagetkan Tea
“Astaga.. jantung aku copot… Resek banget sih…”
“Habisnya, kamu ngalamun aja. Kesambet lho. Kamu
kenapa si Te.?”
“Bukan urusan kamu kak..”
“Idih… kalo punya masalah itu jangan dipendem siapa
tahu aku bisa bantu.”
Perkataannya tak dihiraukan Tea. Tea masih saja
memandangi danau buatan didepan matanya ituu. Sadar apa yang terjadi, Maris
melanjutkan bicaranya.
“Kalo putus pacaran itu, jangan terlalu dipirkan.
Ngapai mikirin dia, toh dia belum tentu mikirin kamu..”
Tea tertegun. Langsung menatap wajah Maris. Maris yang
kaget tidak mengalihkan tatapannya pada Tea.
“Kakak tahu.?”
“Eh…. Ehm…. ” berpikir sejenak, dan kemudian
menjawabnya. “Cowok yang suka mampir kerumahmu itu kan.?”
Tea mengangguk pelan.
“Lupain aja…”
“Nggak bisa…” Tea menggeleng lemas
“Buang aja…”
“Apanya.?”
“Cowok itu.?”
“Eh.. kakak pikir semudah itu.?”
“Dimulain dari hal yang kecil Te…”
“Misalnya.?”
“Buang barang barangnya yang nggak penting. Kubur kek.
Bakar kek..”
“Ih….”
Tea langsung beranjak dari tempat duduknya dan pergi
meninggalkan Maris.
****
Siang ini, Tea ada janji dengan Frasya untuk pergi
berdua. Makan siang. Frasya diam diam sudah merencanakan Sesuatu untu Tea.
Rahasia.
“Fra sorry lama…”
“Nggak papa lah… Eh mau pesen apa.?”
“Ntar aja ah… Istirahat. Buru buru aku dari rumah…”
“Sorry Fra telat..” suara lelaki dari belakang Tea.
Tea serasa mengenali suara itu. Suara yang pernah ia
dengar. Merasa penasaran, ia melihat ke belakang. Dan ia kaget siapa yang
datang.
“Kak Rayan….”
“Eh kamu Te…”
“Loh, kak Rayan, Tea, kalian udah saling kenal.?”
Frasya bingung
“Iya… Dia waktu itu nabrak aku. Lagi buru buru
katanya…”
“Oh… jadi Te, yang kamu maksud cakeee…..” belum
selesai bicara, mulut Frasya sudah dibekap Tea.
“Wah, kalian akrab banget…”
Sekali lagi. Tea hanya nyengir. Terjebak situasi.
Beberapa menit kemudian, terciptalah keakraban. Diluar duagaan Frasya, ternyata
Tea mudah akrab dengan kakak sepupunya itu. Misinya berhasil sukses. Hingga
tiba tiba…
“Eh aku harus pergi..”
“Kenapa Fra.?” Tanya Tea bingung
“Papahku pulang, aku disuruh jemput ke bandara.”
“Mau aku anter Fra.?” Rayan menawari Frasya
“Nggak usah. Kalian terusin aja makannya.”
“Eh, aku ikut Fra.... aku nggak mau makan sendiri…”
“Kan ada Kak Rayan Te..”
“Tapi….”
“Udah dulu ya…” Frasya buru buru pergi meninggalkan
Tea dan Kak Rayan.
Sejenak terjadi keheningan… kaku. Kikuk.
“Te.. lanjutin makannya…”
“Eh… iya kak…”
“Oh ya Te, habis ini nonton yuk..”
“Nonton apa.?”
“Ada fil horror drama dibioskop, mau nonton.?”
Tanpa basa basi, Tea menggangguk mantap. Dilanjutkan
Rayan yang tersenyum senang. Berdua dengan Tea. Akhirnya.
….
Tibalah dibioskop. Kursi telah penuh. Pemutaran film
perdana rupanya. Tea sebenarnya takut horror. Tapi dia berpikir, dia bersama
Rayan. Tak sendiri.
Film dimulai. Awalnya hanya sedikit menegangkan.
Tengah film, Tea mulai takut. Matanya sudah sedikit terpejam. Tangannya sudah
menggenggam pegangan kursi erat erat. Ruangan yang dingin membuatnya semakin
merinding. Hingga sejurus kemudia, tak sadar Tea sudah memeluk erat lengan
Rayan.
“Eh.. maaf kak.. takuuut…”
Rayan tersipu. Senang. “Nggak papa kok Te. Nggak ada
yang marah…”
“Apa hubungannya.?” Tea tanya memancing
“I’m single and nobody will be angry if I’m with you…”
katanya mantap
Tea menatapnya lekat. Matanya sendu. Tampan. Lagi lagi
Tea terpesona. Dialihkan matanya dari mata Rayan ke layar. Ia tak mau semakin
terbius. Tiba tiba, tangan kanannya dipegang Rayan, dan digenggam. Kembali
lagi. Tea menatap lalaki disebelahnya itu. Kali ini lelaki itu hanya diam dan
tak menatapnya. Hanya senyum yang terukir di wajah tampan itu. Dan lagi, Tea
merasa nyaman.
****
Esoknya, Frasya kerumah Tea. Dengan alasan belajar
bersama. Padahal, untuk memastikan kalau kemaren berjalan dengan lancar.
“Eh Te, sendirian gini, kamu nggak takut dirumah.?”
“Kan ada kamu Fra..”
“Kalo aku nggak ada.?”
“Dirumah kan ada Mbak Fitri sama Pak Uwi, nggak
sendirianlaaaah…”
“Owh… Gimana ma sepupu aku.? Kak Rayan.. Aku telpon
yah, biar kesini..”
“Apa.?!!” Jawab Tea shock
“Hallo kak….”
“Eh jangaaaaaaaann….” Jawab Tea cepet cepet sambil
merebut handphone milik Frasya, dan berhasil.
“Eh… Kamu mau ngomong langsung ya.?” Frasya sampai
melongo
“Hallo…. Hallo… Fra.?” Suara lelaki yang diam diam
dirundukannya, Tea salah tingkah. Clingak clinguk. Bingung.
“Eh hallo… Maaf kak Rayan, lagi berantem nih.”
“Hah.?” Suara dalam handphone terdengar kaget
“Eh…. Maaf kak. Udah dulu ya….” Tea semakin salah
tingkah. Tea mematikan handphone itu segera.
“Kamu kenapa si Te.? Salting ya.? Ciyeeeeee…… Eh
mukamu mereah tuh… hahaha”
“Kamu itu yaaa….”
Akhirnya terjadi perang bantal. Saat bantal kesayangan
Tea akan dilempar Frasya, secarik kertas jatuh. Sebuah kertas lusuh.
Bertuliskan tangan khas seorang cowok. Frasya tahu apa itu.
“Ini…. Kamu masih nyimpen ini Te.? Ngapain sih.?”
“Kenang-kenangan Fra, terakhir.” Katanya dengan nada
sendu
“Aku kira kamu udah nglupain dia. Buang aja. Ato kita
kubur aja, gimana.?”
“Ehm………..” Tea menerawang, berfikir.
“Ah kebanyakan mikir. Ngubur kesedihan nyonya, jangan
ditunda. Aku jamin, kesedihan pun akan hilang…”
Tea ingat nasihat Maris. Sama seperti yang dikatakan
Frasya. Dan mungkin itu nasehat yang benar.
“Hmmmh, baiklah. Demi kebahagiaan…”
“Good…… Mana barang-barang yang lain.?” Frasya
semangat
“Itu dilemari paling atas sebelah kanan.”
“Wah, banyak banget. Pantes kesedihanmu banyaaaak…
hehe” kata Frasya cengengesan
….
“Udah neng, lubangnya..”
“Makasih ya Pak Uwi…”
“Sama sama neng…”
“Eh eh… siapa itu.? Cakep bener.?” Mata Frasya tertuju
oleh sesosok wajah menawan
….
Bersambung…..
Cerita selanjutnya dapat di baca di “Among The Two Doors” part.III
Posted in Langit Fiksi
Sang Gelas dan Isinya
Posted by ADS on July 09, 2012 with 9 comments
“Manusia ibarat gelas
kosong.. Dituang kopi isinya mengitam, dituang air putih menjadi beninglah ia.
Tetapi segelap apapun kopi itu, ia akan kembali bening jika terus menerus
dituang air putih, begitupun sebaliknya..”

Katakanlah air putih
yang ada dalam gelas tersebut, berada dalam lingkungan yang kotor, debu
berterbangan dimana mana, bagaimana keadaan air dalam gelas tersebut.? Masih bersih
tanpa kotorankah.? Tentu tidak. Ada butiran debu yang mengotori air tersebut
yang membuatnya tidak semurni saat dituangkannya air pertama kali.
Bagaimana jika air putih
diatas digantikan kedudukannya dengan air kopi.? Butiran debu memang tak
terlihat karena bercampur dengan hitamnya air kopi, bahkan sulit dibedakan mana
air kopi yang tidak terdapat butiran debu dan mana air kopi yang telah dikotori
butiran debu. Air kopi semakin keruh akibat adanya debu yang mengotorinya.
Air putih akan menjadi
ternoda, dan air kopi akan menjadi semakin keruh akibat adanya butiran debu
yang mencemarinya. Orang baik akan terkikis kebaikannya karena terpengaruh
lingkungannya, dan orang jahat akan semakin tidak terkendali kejahatannya
karena terpengaruh lingkungannya. Semua itu karena lingkungan yang tidak baik.
Memang benar, keruhnya
air kopi akan hilang ketika air putih terus mengalir didalam air kopi itu. Tapi,
jika gelas itu tetap berada dalam lingkungan yang kotor, maka kemurnian air
putih akan selalu terganggu oleh adanya butiran debu yang terbang bebas. Lingkungan
pun sedikit banyak mempengaruhi keadaan air yang ada dalam gelas tersebut. Maka untuk menjaga kemurnian air kopi yang telah
menjadi air bening itu, sang gelas harus memiliki tutup.
Seorang manusia dengan
sifat yang kotor, akan menjadi bersih ketika ia terus berupaya berperilaku
terpuji untuk membersihkan hatinya yang dahulu kotor. Juga iman sebagai “tutup”
agar butiran debu lingkungan tidak mengganggu kejernihan hati yang telah
bersih..
( oleh : Anggraeni
Shamagachi )
Life with one thousand friends are never enough, one enemy, I think I never expect.
Posted in give away, Langit Fiksi
Subscribe to:
Posts (Atom)