Get me outta here!

Among The Two Doors ( part. IV )


Cerita sebelumnya dapat dibaca di “Among The Two Doors” part.III
….

Kak Narayan

Tea tidak memperdulikan. Bete. Dia hanya memijit kakinya yang sakit. Terkilir. Sambil menahan sakit, Tea mencoba berdiri. Tapi, kakinya menolak untuk berdiri. Sebelum hampir terjatuh, tubuhnya sudah ditopang tangan Maris.
“Ngapain kak.?” Tanya Tea dengan nada sewot
“Aku bantuin kamu dungu. Eh…. Pincang ya.? Sini aku gendong.” Maris merendahkan punggungnya. Mempersilakan Tea untuk menaikinya.
 “Nggak ah. Makasih.”
“Mau kakinya bengkak dan nggak sekolah besok.?”
Tanpa ditanya dua kali, Tea sudah naik ke punggung lelaki ini. Beberapa langkah selanjutnya.. Tak sadar, Tea merebahkan kepalanya disebelah kepala Maris. Nyaman. Sadar akan hal itu, Maris tersenyum lega.

“Maris… Tea.? Kenapa kamu sayang.?”
“Jatuh Ma.. Mana temen temenku.?”
“Mereka udah pulang. Kelamaan nunggu kamu katanya. Maris… Tolong bawa sampai kamar ya…”
“Ah mama, aku masih bisa jalan sendiri…”
“Bawa aja Ris…”
“Eh… iya tante…” Maris menuju kamar Tea.
“Ah… Nyampe juga. Berat juga kamu ya Te.. Nggak nyangka aku.”
“Makasih.” Belum sembuh juga betenya.
“Te.. Aku minta maaf ya… gara gara aku kamu jatuh.”
Tea kaget. Tak percaya kalau laki laki ini akan minta maaf. Wajah Maris kali ini serius. Kali ini Tea baru sadar, temannya benar. Wajahnya memang tampan.
“Nggak papa kog…” jawab Tea sambil tersenyum sekenanya
“Besok aku anter kamu sekolah. Nanti aku bilang sama mama kamu. Sebagai tanda maaf. Nggak usah protes. Oke. Aku pulang dulu. Cepet sembuh ya..” diakhiri dengan senyum, akhirnya Maris melenggang pergi.
Tea tak berkata kata. Terhipnotis oleh perubahan Maris, yang tanpa diduga duga bisa sangat baik dengannya.

****

“Tea.. kamu diantar siapa tadi.? Numben pake mobil, biasanya jalan kaki. Eh, kamu kok pincang sih.?” Tanya Asya heran
“Eh…. Iya nih. Terkilir. Dan, itu mobilnya kak Maris.”
“Kak Maris.? Kog bisa.? Gimana ceritanya.?” Tanya Asya
“Cerita apa Sya.?” Tanya Nami bingung
“Ini, si nyonya dianter Kak Maris tadi pagi…”
“Serius kamu.?”
“Katanya….. makanya aku minta diceritain..”
“Eh.. Frasya sama Eda dimana sih.?”
“Nggak usah ngalihin pembicaraan deh..” Asya senewen
“Frasya kan nggak berangkat, ijin. Papanya dioperasi hari ini. Kalo Eda, dia kan lagi tanding basket sama SMA Tanjung Harapan…” jelas Nami
“Owh… Makasih Nami yang baik atas penjelasannya.” Kata Tea sambil melirik Asya yang masih aja mrengut. “Oke oke aku ceritain….”
“Nah gitu donk…” wajah Asya berubah menjadi cerah
Diceritakanlah apa yang yang terjadi antara dia dan Maris. Semuanya. Kecuali satu hal. Nyamannya saat dipunggung Maris.
….

Sepulang sekolah, tak disangka mobil yang ditumpanginya pagi tadi sudah terparkir di depan sekolah. Kak Maris. Sosoknya yang memiliki badan ideal, gayanya yang maskulin dan wajah yang tampan menarik semua mata gadis yang melewatinya. Tak heran. Hanya satu orang yang terlihat heran, Tea.
“Ngapain kakak disini.?”
“Jemput kamulah, sekalian ajak kamu jalan. Tenang aja, aku udah pamitin ke mamamu kok.”
“Ciyeeee…. Kita diajak nggak nih.?”
“Eh, kalian harus ikut….”
“Ha.? Ikut.?” Tanpa sadarkata itu keluar dari mulut Maris. Menyadari hal itu membuat suasana jadi kaku, Maris memperbaiki kalimatnya. “Eh… Maksudku, kalian ikut aja..”
Menyadari hal itu, tidak diinginkan oleh Maris, Asya turun tangan. Dan Asya tahu perasaan Maris sebenarnya.
“Ah, enggak kak. Makasih. Udah ada janji sama Nami. Yak an Nam.?”
“Aku.? Janji apa.?”
“Itu lho… ehm… masak kamu lupa.” Jelas Asya sambil menarik tangan Nami
“Aku kan mau i…..”
Belum selesai Nami bicara, kalimatnya sudah dipotong oleh Asya yang langsung pergi menarik tangan Nami yang bersikeras ingin ikut. Melangkah pergi sambil mengucapkan salam perpisahan…
“Duluan ya…”
Sejenak Tea melihat sahabatnya itu sangat aneh.
“Kok mereka aneh.? Kemaren ngebet mau ketemu, sekarang ada orangnya malah kabur…”
“Udah ah. Ayo jalan…”
Sejurus kemudian, mobil telah melaju. Dengan perasaan yang gembira, Maris, dapat membawa Tea pergi bersama. Hanya berdua.
“Aku mau pulang aja, besok ada ulangan. Aku nggak mau capek…”
“Tapi…”
“Ah… Aku lagi bete…”
Mendengar kata itu, Maris pasrah. Dia tak mau memaksa. Dia memang suka memaksa, tetapi tidak kali ini. Tidak dengan Tea.
“Baiklah…”

****

“Te… apa kamu nggak sadar.?” Nami membuka percakapan
“Sadar apa.?”
“Kak Maris itu suka sama kamu…” jawab Eda gemes
“Ngaco kudrat kalian…”
“Kamu yang nggak peka…”
“Peka.? Maksudmu Sya.?”
“Kak Maris ada buat kamu saat kamu sedih.” Jawab Asya
“Saat kamu butuh temen..” tambah Frasya
Kali ini dengan nada membentak Nami mengatakan, “Bahkan saat kamu dengan teganya cuek sama dia aja, dia tetep berusaha ngibur kamu Te.!!”
Diam. Tea hanya terdiam. Berfikir.
“Sekarang bilang ke aku. Apa perasaanmu ke Kak Rayan.? Suka.?”
Lagi lagi Tea terdiam. Kembali berfikir.
“Kak Rayan cerita ke aku. Meskipun kalian jalan berdua, pikiran kamu entah kemana. Yang kamu bicarain hanya tentang hebatnya seseorang yang kuliah di ITB. Itu kak Maris kan.?”
Tertegun. Tea tersadar. Nyamannya saat bersama dengan Kak Maris berbeda dengan nyamannya berada bersama Kak Rayan. Kini ia mengerti, Kak Rayan. Dia hanya suka padanya seperti layaknya kakak dan adik. Tapi perasaannya dengan Kak Maris berbeda, lebih. Lebih dari itu.

Bersambung…..


Cerita selanjutnya dapat di baca di “Among The Two Doors” part.V (TAMAT)

Among The Two Doors ( part.III )

Cerita sebelumnya dapat dibaca di “Among The Two Doors” part.II
….

“Udah neng, lubangnya..”
“Makasih ya Pak Uwi…”
“Sama sama neng…”
“Eh eh… siapa itu.? Cakep bener.?” Mata Frasya tertuju oleh sesosok wajah menawan
 “Oh… Itu kak Maris. Tetangga sebelah.” Jawab Tea datar
“Kamu nggak pernah cerita si.? Jahat. Eh dia kesini…” kata Frasya girang
“Eh… Te, ngapain kamu.? Ngubur kucing mati ya.?”
“Eh, ngaco. Ini, barang yang nggak penting kok kak.”
“Owh….” Maris paham apa itu. Ia tersenyum.
“Ehem eheeeem….” Frasya berdehem
“Eh ya kak, kenalin, temen sekelas aku.”
“Frasya Trika Putri Renaldi. Kelas 2 IPA 6 SMA Tri Tunggal. Lahir 6 Januari 1995. Golongan darah O. Panggil aja Frasya.. Eh satu lagi, aku single.”
“ckck..” Tea kegelian mendengar perkenalan Frasya yang kelewat lengkap itu.
“Eh.. lengkap banget. Aku nggak perlu lengkap lengkap ya kenalinnya. Panggil aja aku Maris.” Jawab Maris singkat, disusul senyumnya yang khas memperlihatkan lesung pipitya. Manis.

Sejenak berbincang bincang, Frasya langsung dekat dengan Maris. Lelaki ini memang bersahaja. Wajahnya yang tampan memang memikat. Sikapnya dewasa dan mandiri. Frasya langsung nyaman dan kagum padanya.

****
Kak Maris
“Te, kamu jahat banget si..”
“Apaan si.? Aku nggak ngerti deh.” Jawab Tea singkat.
“Apaan si Fra.?” Asya nggak kalah bingung sama Tea
“Itu… tetanggamu yang cakep itu…”
“Owh, kak Maris ya.?” Jawab Nami dengan bangganya
“Kamu kenal Nam.?” Frasya kaget
“Iya donk, tiap maen ke rumah Tea, Tea aku minta panggil kak Maris. Sahabatku yang paliiiiiiing baik.” Kata Nami sambil memeluk paksa Tea yang sedang asyik makan.
“Tuh kan Tea jahat….” Rengek Frasya sambil menarik narik lengan Tea
“Eh kalian ngobrolin apa sih.?” Eda bingung
“Owh.. kalian gitu ya ama aku sama Eda.? Nggak dikasi tahu…” ngambek Asya
“Astaga….” Jawab Tea datar.
“Nih ya, mau aku certain tentang kak Maris. Mau nggak.?”
Frasya melirik Tea.
“Aku nggak mau cerita tentang kak Maris. Males.”
“Kog gitu si Te.?”
“Ya iyalah. Kak Maris itu kalo sama Tea itu suka nggodain sampe Tea sebel jadi ya.. Tea pastinya sebel sama tu orang.” Terang Nami
“Eh… kayaknya kamu kenal banget ya… certain dong….” Pinta Frasya
“Eh aku mau main ke rumah Tea ah…” kata Eda
“Iya, aku juga ikut.!” Asya nggak kalah semangat
“Eh diem kalian semua… Nami mau cerita nih… Nam lanjutin Nam…” pinta Frasya
“Ehem ehem… Kak Maris itu sekarang kuliah di ITB fakultas MIPA semester 3 ini.”
“Wuiiiiiiih….” Frasya, Eda dan Nami kagum
“Dan yang pentiing……….”
“Yang penting apa Nam.?” Asya penasaran
“Iya apa.?” Eda geregetan
“Sabar donk. Ehemmmm… dia single.!!!” Teriak Nami semangat sampai lupa dia dimana
Hening sesaat. Seluruh pengunjung Café memandang mereka. Salah tingkah, Nami hanya tersenyum dan menyruput minumannya sambil mengacungkan dua jarinya, peace.
“Kamu ngomongnya kurang kenceng Nam, hahaha…”
“Malah ketawa kamu Te…”
“Eh, kerumahmu yok Te…” ajak Frasya
“Eh….”  Tea kaget
“Ayo…” kini Eda yang memaksa sambil menarik paksa lengan Tea
“Iya iya.. Ayo..” Asya nggak kalah, dia mendorong tubuh Tea.
….

***

“Panggil sana Te kak Maris…” pinta Asya
“Harus nraktir aku lho. Satu satu pokoknya.”
“Iya iya gampang. Sana cepet.” Kata Eda sambil mendorong Tea agar bergegas pergi
“Uh… Kalian nyebelin.” Teriak Tea dari luar pagar rumahnya
….

“Eh tante..”
“Eh Tea… Nyari siapa Te.?”
“Itu tante.. Ehm… kak Maris..” jawab Tea sambil nyengir
“Owh. Maris lagi ditaman, sana susul aja..” jawab tante sambil senyum senyum
“Ehehe.. Makasih tante..”
….

“Kalo nggak buat sahabat baik aku, nggak mau aku nyusul ke taman cuma buat Maris yang nyebelin itu. Uh.. dimana tuh orang.” Tea ‘bergumam’ dalam hati.
“Eh, aku denger apa yang kamu omongin Te.. Maklum, wajah aku yang ganteng ini emang mempesona kok. Fansku nambah lagi ya.?”
“Ya ampun. Ngapain kakak diatas pohon.? Mangganya berbuah juga enggak..”
“Enggak si. Tapi lihat matahari dari sini kelihatan bagus. Kamu pasti nggak percaya. Sini naik.” Ajak Maris lembut. Tangannya menjulur untuk membantu Tea. Tanpa berkata apapun, Tea meraih tangan Maris. Tea menggenggamnya dengan kuat.
“Wah… tinggi banget, gimana aku turunnya kak.? Kamu harus tanggung jawab pokoknya..”
“Iya iya gampang. Lihat tuh…”
Tea mengalihkan pandangannya pada arah yang ditunjukkan Maris.
“Indah…” tanpa sadar Tea mengucapkan lembut kata itu. Disusul senyumnya yang manis.
Maris tak melewatkan untuk memandang matahari yang hendak beranjak turun itu. Tapi matanya tertuju pada sesosok wajah yang lebih menarik hatinya, kalem manis. Tak sadar, Maris kini menatapnya lekat lekat. Hingga matahari telah turun pun tidak menyadarkannya. Sampai Tea menyadari Maris sedang menatapnya lekat lekat.
“Woy kak..” sapa Tea sambil melambai lambaikan tangannya dadepan wajah Maris.
“Eh….” Maris kaget. “Ayo ke rumahmu Te….”
“Ngapain.?”
“Katanya fansku mau ketemu.?”
“Astaga…” Tea baru ingat. Tangan kanannya spontan menepuk dahinya. “Gimana turunnya nih.?” Tea bingung.
“Aku turun dulu. Kamu liatin aku turun. Ntar kamu aku bantuin. Ok.?”
“Iya, cepet cepet sana.!”
“Iya nih aku turun. Lihatin.!” Maris turun pelan pelan agar diperhatikan oleh Tea. “Udah, cepetan kamu turun.”
“Aku takut kak, gimana kalo jatuh.?”
“Cerewet banget sih. Aku tinggal nih….” Maris melangkah meninggalkan Tea
“Eh tungguuuuu…….” Gubrak. Tiba tiba Tea sudah ada di tanah. Wajahnya mengernyit.
“ha ha ha.. Kamu ngapain di tanah.?” Ejek Maris.
Tea tidak memperdulikan. Bete. Dia hanya memijit kakinya yang sakit. Terkilir. Sambil menahan sakit, Tea mencoba berdiri. Tapi, kakinya menolak untuk berdiri. Sebelum hampir terjatuh, tubuhnya sudah ditopang tangan Maris.
“Ngapain kak.?” Tanya Tea dengan nada sewot
“Aku bantuin kamu dungu. Eh…. Pincang ya.? Sini aku gendong.” Maris merendahkan punggungnya. Mempersilakan Tea untuk menaiki punggungnya.
….

Bersambung…..

Cerita selanjutnya dapat di baca di “Among The Two Doors” part.IV

Menang.??? (ノ°ο°)ノ


                Kyaaaaaaaaaaaa……. Aku syok pake banget deh waktu dikabarin kak Nufadillah kalau aku menang giveawanya. Katanya sih analogi gelas kosongku “Sang Gelas dan Isinya” itu bagus, nggak nyangka deh. (°ο°)
                Kenapa.? Karena ini adalah pertama kalinya aku ikut giveaway kayak gini. Selama kira kira setahun aku buat blog ini, nggak pernah ikut acara beginian. Baru tahu kalau ada kayak ginipun dari Ayyana. Itupun karena aku lihat blognya Ayyana, dia ikutan kayak gini. Isenk isenk pengen ngramein, ikutan deh aku. Makasih ya Ayyana, udah secara nggak langsung ngasih tahu aku. =
                Pengerjaan anologi tersebut juga terbilang singkat, aku baca syaratnya dan peraturannya. Mikir bentar, dan nulis. Mengarang, menulis langsung aku submit ke kak Nufadillah. Yaa karena aku suka dengan sesuta yang bersifat mengarang dan menganalogikan sesuatu mungkin yang membuat aku cepat memprosesnya. Disamping waktunya juga mepet dan cuma sedikit, hehe. ( ̄▽ ̄)
Nggak ngarep banyak sih, soalnya yang lain analogi dan fabelnya bagus bagus si. Sedangkann punyak aku sederhana dan simple. Sampai suatu ketika kak Nufadilla ngabarin aku kalau aku menang. ∑(O_O)
                Kenapa menang.? Kata kak Nufadillah, dia itu mencari anologi lain dari gelas kosong tersebut, bukan menjelaskan analogi kak Nufadillah sebelumnya yang tercantum dari blog tersebut. (0)
                Nggak percaya, aku langsung ngecheck, ke blognya kak Nufadillah, eh ternyata bener. Seneng banget, pertama kali ikut langsung menang. Makasi kak Nufadillah... buat hadiahnya.... adain lagi donk kak.. hehe (^_-)
                Keesokannya aku tanya Ayyana, dia menang atau nggak. Ternyata enggak. Kaget. Wah.... aku beruntung nih... dan akhirnya pun, hal positif yang aku dapet mengikuti giveaway ini adalah.. aku jadi punya tambahan sahabat sahabat yang baik hatinya. Seneng banget. Terima kasih semuanya... (^()^)

Among The Two Doors ( part.II )



Cerita sebelumnya dapat dibaca di “Among The Two Doors” part.I
….

Minggu pagi ini Tea sudah berada ditaman. Duduk terdiam. Lesu. Maris yang kebetulan lewat, menghampirinya.
“Hayoo.!” Maris mengagetkan Tea
“Astaga.. jantung aku copot… Resek banget sih…”
“Habisnya, kamu ngalamun aja. Kesambet lho. Kamu kenapa si Te.?”
“Bukan urusan kamu kak..”
“Idih… kalo punya masalah itu jangan dipendem siapa tahu aku bisa bantu.”
Perkataannya tak dihiraukan Tea. Tea masih saja memandangi danau buatan didepan matanya ituu. Sadar apa yang terjadi, Maris melanjutkan bicaranya.
“Kalo putus pacaran itu, jangan terlalu dipirkan. Ngapai mikirin dia, toh dia belum tentu mikirin kamu..”
Tea tertegun. Langsung menatap wajah Maris. Maris yang kaget tidak mengalihkan tatapannya pada Tea.
“Kakak tahu.?”
“Eh…. Ehm…. ” berpikir sejenak, dan kemudian menjawabnya. “Cowok yang suka mampir kerumahmu itu kan.?”
Tea mengangguk pelan.
“Lupain aja…”
“Nggak bisa…” Tea menggeleng lemas
“Buang aja…”
“Apanya.?”
“Cowok itu.?”
“Eh.. kakak pikir semudah itu.?”
“Dimulain dari hal yang kecil Te…”
“Misalnya.?”
“Buang barang barangnya yang nggak penting. Kubur kek. Bakar kek..”
“Ih….”
Tea langsung beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Maris.

****

Siang ini, Tea ada janji dengan Frasya untuk pergi berdua. Makan siang. Frasya diam diam sudah merencanakan Sesuatu untu Tea. Rahasia.
“Fra sorry lama…”
“Nggak papa lah… Eh mau pesen apa.?”
“Ntar aja ah… Istirahat. Buru buru aku dari rumah…”
“Sorry Fra telat..” suara lelaki dari belakang Tea.
Tea serasa mengenali suara itu. Suara yang pernah ia dengar. Merasa penasaran, ia melihat ke belakang. Dan ia kaget siapa yang datang.
 “Kak Rayan….”
“Eh kamu Te…”
“Loh, kak Rayan, Tea, kalian udah saling kenal.?” Frasya bingung
“Iya… Dia waktu itu nabrak aku. Lagi buru buru katanya…”
“Oh… jadi Te, yang kamu maksud cakeee…..” belum selesai bicara, mulut Frasya sudah dibekap Tea.
“Wah, kalian akrab banget…”
Sekali lagi. Tea hanya nyengir. Terjebak situasi. Beberapa menit kemudian, terciptalah keakraban. Diluar duagaan Frasya, ternyata Tea mudah akrab dengan kakak sepupunya itu. Misinya berhasil sukses. Hingga tiba tiba…
“Eh aku harus pergi..”
“Kenapa Fra.?” Tanya Tea bingung
“Papahku pulang, aku disuruh jemput ke bandara.”
“Mau aku anter Fra.?” Rayan menawari Frasya
“Nggak usah. Kalian terusin aja makannya.”
“Eh, aku ikut Fra.... aku nggak mau makan sendiri…”
“Kan ada Kak Rayan Te..”
“Tapi….”
“Udah dulu ya…” Frasya buru buru pergi meninggalkan Tea dan Kak Rayan.
Sejenak terjadi keheningan… kaku. Kikuk.
“Te.. lanjutin makannya…”
“Eh… iya kak…”
“Oh ya Te, habis ini nonton yuk..”
“Nonton apa.?”
“Ada fil horror drama dibioskop, mau nonton.?”
Tanpa basa basi, Tea menggangguk mantap. Dilanjutkan Rayan yang tersenyum senang. Berdua dengan Tea. Akhirnya.
….

Tibalah dibioskop. Kursi telah penuh. Pemutaran film perdana rupanya. Tea sebenarnya takut horror. Tapi dia berpikir, dia bersama Rayan. Tak sendiri.

Film dimulai. Awalnya hanya sedikit menegangkan. Tengah film, Tea mulai takut. Matanya sudah sedikit terpejam. Tangannya sudah menggenggam pegangan kursi erat erat. Ruangan yang dingin membuatnya semakin merinding. Hingga sejurus kemudia, tak sadar Tea sudah memeluk erat lengan Rayan.
“Eh.. maaf kak.. takuuut…”
Rayan tersipu. Senang. “Nggak papa kok Te. Nggak ada yang marah…”
“Apa hubungannya.?” Tea tanya memancing
“I’m single and nobody will be angry if I’m with you…” katanya mantap
Tea menatapnya lekat. Matanya sendu. Tampan. Lagi lagi Tea terpesona. Dialihkan matanya dari mata Rayan ke layar. Ia tak mau semakin terbius. Tiba tiba, tangan kanannya dipegang Rayan, dan digenggam. Kembali lagi. Tea menatap lalaki disebelahnya itu. Kali ini lelaki itu hanya diam dan tak menatapnya. Hanya senyum yang terukir di wajah tampan itu. Dan lagi, Tea merasa nyaman.

****

Esoknya, Frasya kerumah Tea. Dengan alasan belajar bersama. Padahal, untuk memastikan kalau kemaren berjalan dengan lancar.

“Eh Te, sendirian gini, kamu nggak takut dirumah.?”
“Kan ada kamu Fra..”
“Kalo aku nggak ada.?”
“Dirumah kan ada Mbak Fitri sama Pak Uwi, nggak sendirianlaaaah…”
“Owh… Gimana ma sepupu aku.? Kak Rayan.. Aku telpon yah, biar kesini..”
“Apa.?!!” Jawab Tea shock
“Hallo kak….”
“Eh jangaaaaaaaann….” Jawab Tea cepet cepet sambil merebut handphone milik Frasya, dan berhasil.
“Eh… Kamu mau ngomong langsung ya.?” Frasya sampai melongo
“Hallo…. Hallo… Fra.?” Suara lelaki yang diam diam dirundukannya, Tea salah tingkah. Clingak clinguk. Bingung.
“Eh hallo… Maaf kak Rayan, lagi berantem nih.”
“Hah.?” Suara dalam handphone terdengar kaget
“Eh…. Maaf kak. Udah dulu ya….” Tea semakin salah tingkah. Tea mematikan handphone itu segera.
“Kamu kenapa si Te.? Salting ya.? Ciyeeeeee…… Eh mukamu mereah tuh… hahaha”
“Kamu itu yaaa….”
Akhirnya terjadi perang bantal. Saat bantal kesayangan Tea akan dilempar Frasya, secarik kertas jatuh. Sebuah kertas lusuh. Bertuliskan tangan khas seorang cowok. Frasya tahu apa itu.
“Ini…. Kamu masih nyimpen ini Te.? Ngapain sih.?”
“Kenang-kenangan Fra, terakhir.” Katanya dengan nada sendu
“Aku kira kamu udah nglupain dia. Buang aja. Ato kita kubur aja, gimana.?”
“Ehm………..” Tea menerawang, berfikir.
“Ah kebanyakan mikir. Ngubur kesedihan nyonya, jangan ditunda. Aku jamin, kesedihan pun akan hilang…”
Tea ingat nasihat Maris. Sama seperti yang dikatakan Frasya. Dan mungkin itu nasehat yang benar.
“Hmmmh, baiklah. Demi kebahagiaan…”
“Good…… Mana barang-barang yang lain.?” Frasya semangat
“Itu dilemari paling atas sebelah kanan.”
“Wah, banyak banget. Pantes kesedihanmu banyaaaak… hehe” kata Frasya cengengesan
….

“Udah neng, lubangnya..”
“Makasih ya Pak Uwi…”
“Sama sama neng…”
“Eh eh… siapa itu.? Cakep bener.?” Mata Frasya tertuju oleh sesosok wajah menawan
….

Bersambung…..

Cerita selanjutnya dapat di baca di “Among The Two Doors” part.III

Buber Puasa Mistis (/゚Д゚)/

                Pengalaman pertama kali nih, pengalaman mistis.. dulu sih percaya nggak percaya karena belum pernah ngalamin kajadiannya langsung. Jadi ya, banyak nggak percayanya.. hehe. Maksudku, percaya sama mahkluk lain itu sih percaya, tapi kalau ngganggu manusianya itu, yang percaya nggak percaya. Abis kan kita punya dunia yang berbeda. Dan kejadian ini bener bener buat aku bingung.  (´Д)
                Begini ceritanya. Bulan ramadhan gini, aku dan temen temen Goedal Yellow ngadain buka puasa bersama. Yah biasalah lah seru seruan dan rame banget. Salah satu temen aku ada yang kehilangan hape. (」゜ロ゜) Padahal tadinya ditaruh di karpet deket dia. Tempatnya juga rame kok. Terus dia tinggal bentar. Buat nyiapin minuman, buka puasa, dan foto foto, hehe. Kita juga nyalain kembang api gitu abis sholat maghrib. Foto foto lagi, hehe. Abis itu dia nyadar tuh hapenya nggak dia pegang, dicari tuh hape. Dikarpet, udah nggak ada. Diumumin tuh sama anak anak kalau hape dia ilang. Terus salah satu dari kita telpon tuh nomor hapenya, nggak aktiv.! (((( ;°Д°)))) Langsung deh anak anak nyari muter muter. Dari belakang sampai depan, dari kanan sampai kiri, dari atas sampai bawah, dari luar rumah sampai dalem rumah, hasilnya nihil.
                Akhirnya salah satu dari kita angkat bicara. Ya kayak renungan gitu. Kita semua temen, kalau ada yang ngambil ngaku aja sekarang. Nggak papa, daripada malah ketahuan. Ntar malah gimana gimana.. kita gledah semua anak anak, tasnya juga, hasilnya juga nihil. Ditelpon lagi, nggak bisa. Ntah kenapa rasanya deg degan banget. Gimana kalau tiba tiba tuh hape ada sama aku.? (>o<)
                Adzan isya berkumandang, anak anak yang sholat ya sholat, aku lagi enggak, hehe. Jadi tahu situasi dirumah. Dan masih nyari nyari juga, siapa tahu kesumpet dimana gitu.
                Nggak cuma aku yang nggak sholat, ada temen cewek yang lain juga, dilihat tuh foto foto yang tadi. Kaget. Eh.. Ini ada fotonya siapa.? Σ(゜ロ゜;) Gambarnya kabur nggak jelas. Beneran deh nggak bohong. Wajahnya nggak jelas, siapa tuh orang nggak jelas. Diliatin ke anak anak, malah pada mlongo. Diliat semua foto fotonya cuma itu yang bermasalah. Semakin diperhatiin semakin mrinding. Akhirnya daripada kenapa kenapa, fotonya dihapus aja. Nggak bisa.!!! ((((;゜Д))) Oh my God.! Dicoba 3x tetep nggak bisa. Oke, nggak usah dihapus. Didiemin aja sebentar coba. Setelah itu, dibuka lagi tu, eh.. gambarnya udah ilang. Alhamdulillah. Seneng tuh foto seremnya ilang. Abis itu diliat liat lagi. Semua foto fotonya nggak ada. Hilang.! Entah kemana. Wah ada yang beres nih. Oke kita positif thinking aja. Mungkin aja tuh kamera lagi error, jadi nggak waras gitu. Oke, tenang, tenang, tenang. Nggak bisa tenang aku. Beneran deh nggak pernah semerinding ini. (・・;)
                Abis selesai sholat. Akhirnya si empunya rumah ngomong. Kalau tempatnya itu emang ada “penghuninya”. Gubrak ∑(O_O). Kenapa nggak ngomong dari awal sih.? Dia cerita juga, kenapa nggak ada lampu depan rumahnya yang dijalan itu. Katanya emang nggak bisa dipasang lampu. Lho kok.? Karena tiap lampu yang dipasang pasti rusak, ganti lagi, rusak lagi, gitu seterusnya. Aku jadi merinding semua. Ya Allah gimana aku pulangnya nih.. serem amat… (T▽T)
                Akhirnya kita putusin buat kerumah orang pinter. Dua orang, si empunya hape sama si empunya rumah. Anak anak yang lain nunggu dirumah. Rasanya.. Ya Allah merinding badai.. nggak pernah aku setakut ini. Beberapa menit kemudian, kira kira 120 menitan, alias 2 jam, mereka pulang. Si empunya hape duduk dikursi. Kayak shock begitu si.. ´_`)Semua kumpul ngrubungin mereka. Gimana hasilnya.? Kata si embah, tuh hape masih disini. Cuma dipinjam bentar aja. Deg. Siapa yang pinjem.? Si embah nggak ngasih tahu, yang jelas ntar dibalikin lagi nggak jauh dari si empunya hape. Sumpah lu.? Pengen cepet cepet pulang rasanya……………… o(╥╥)o
                Oke kita cari lagi. Sekali lagi aku takut, gimana kalau tiba tiba tuh hape ada sama aku.? Oh tidaaakkkkk… (o) dan tahu apa yang terjadi.? Aku salah. Setelah si ampunya hape berdiri dari kursinya, tuh hape ada dibelakangnya, ada ditempat duduk tuh anak. Bengong. Shock ((´д)). Melongo. Merinding (/□*)・゜. Akhirnya dikembaliin juga. Diambil tuh hape, hapenya nyala, sekali lagi aku bilang, nyala.!!! Alias nggak mati.. Oh my God………!!!!!!!!!
                Setelah itu anak anak merenung, kita emang salah sih 

(︶︹︺). Rebut. Dan mungkin itu yang buat mahkluk itu jadi keusik. Alhamdulillah cuma diperingatin lewat hape, kalau diperingatinnya langsung gimana.? Bisa pingsan ketakutan kita semua. Akhirnya kita putusin buat pulang kerumah masing masing. Dengan hati masih merinding badai. ( p_q)

                Keesokan harinya, disekolah udah heboh tuh kejadian. Nggak nyangka cepet banget nyampainya.. (-___________-;)
                Ini jadi pengalaman buat aku dan anak, kalian juga ya. Kalau mau buat acara harus kira kira tempatnya dulu. Hati hati ya kalau ditempat tempat yang serem gitu.. hormatin yang lain juga, jangan sok sokan, ok.. (^o^)