Lelah Dibandingkan, Lelah Ditanyakan
Hidup ini, katanya, adalah perjalanan panjang. Dari tangisan pertama saat lahir, hingga nanti napas terakhir terhembus. Tapi di antara fase-fase itu, selalu ada hal yang menghantui: pertanyaan. Pertanyaan yang kadang terasa lebih berat daripada masalah hidup itu sendiri.
Sejak bayi, bahkan sebelum bisa bicara, sudah saja ditodong dengan tanya. “Namanya siapa, Dek?” Padahal jelas bayi itu hanya bisa menangis atau mengedip. Yang menjawab siapa? Ya ibunya. Lucu? Mungkin. Tapi di situlah awal mula segalanya: manusia seakan tidak pernah berhenti menuntut jawaban.
Lalu tumbuh jadi anak sekolah. Pertanyaannya berubah: kelas berapa, ranking berapa, nilainya bagus atau tidak. Hidup rasanya seperti deretan angka di atas kertas. Dan setiap angka itu menentukan, apakah senyum orang-orang di sekitar akan bangga… atau justru kecewa.
Beranjak dewasa, tamat sekolah, masuk dunia kerja. Lagi-lagi, pertanyaan baru datang. “Kerja di mana? Kok nggak jadi PNS? Enak lho, ada gaji tetap, tunjangan, pensiun…” Seolah-olah semua jalan hidup manusia hanya sah bila berujung pada tiga huruf: P-N-S. Kalau pun jawabannya bukan itu, pertanyaan berikutnya akan lebih menusuk: posisinya apa, pekerjaannya apa… sampai akhirnya, “Gajinya berapa?”
Dan di titik ini, rasanya ingin sekali menjerit.
Namun ternyata, ada pertanyaan yang jauh lebih menyayat hati daripada angka di slip gaji. Yaitu: “Yang lain sudah nikah, kamu kapan?”
Padahal usia masih muda, belum 25 tahun. Masih ingin tertawa puas menikmati hasil kerja sendiri. Masih ingin membahagiakan orang tua tanpa terbagi. Tapi… lagi-lagi, dunia menuntut jawaban. Seakan hidup ini adalah lomba lari, dan semua orang harus seragam: sekolah, kerja, menikah, punya anak, tanpa boleh berhenti sebentar untuk sekadar bernapas.
Untuk kita yang pernah, atau sedang, merasa dihantam pertanyaan-pertanyaan itu, mari tarik napas panjang. Karena ternyata, pertanyaan memang tak pernah usai. Yang bisa kita lakukan hanyalah belajar berdiri lebih tegak… dan menjawab dengan senyum, meski dada terasa sesak.
0 comments