Pernah nggak sih, punya kebiasaan kecil sebelum tidur yang rasanya wajib banget dilakukan? Buat sebagian orang, itu mungkin baca buku, minum teh hangat, atau skincare-an berlapis-lapis. Buat aku? Bukan. Rutinitas malamku justru…
buang sampah.Iya, kedengarannya receh banget. Tapi di usia 30-an, jadi istri sekaligus ibu membuatku punya hubungan emosional sama… tempat sampah.
Kebiasaan ini bermula dari sebuah bacaan: hadis yang menyampaikan bahwa membiarkan sampah di dalam rumah semalaman itu bisa menjadi “tempat duduk setan”. Meskipun status hadisnya sangat lemah (dhaif jiddan) menurut ulama, seperti al-Albani semakhadis.com. Tapi secara logika memang benar, sampah yang dibiarkan bisa menimbulkan bau, memicu serangga serta tikus dan sarang penyakit.
Biasanya, momen ini dimulai setelah semua orang di rumah tertidur. Si kecil sudah pulas, rumah sunyi, dan aku mulai “misi rahasia”: merapikan semua jejak kekacauan hari itu. Mainan yang tadi dilempar-lempar — psstt, anakku belum bisa diberi tugas beres-beres, karena yang dia tahu cuma “buang… buang… buang…” — aku rapikan satu per satu.
Lalu sampailah ke bagian favoritku: mengeluarkan sampah. Awalnya sih cuma dianggap tugas rumah tangga biasa. Tapi lama-lama, aku merasa nggak bisa tidur kalau sampah masih numpuk di dapur. Pernah suatu kali atau bahkan sering, jam 2 dini hari aku terbangun dan keluar rumah hanya untuk membuangnya. Rasanya kayak ada beban pikiran yang hilang setelah tempat sampah kosong. Ada rasa lega yang tak terkatakan. Menumpahkan sampah seolah membuang segala energi tersisa dari hari itu.
Begitu semuanya rapi, ada kepuasan tersendiri. Rumah bersih, pikiran lega, hati tenang. Kecil sih, tapi efeknya besar: aku tidur lebih nyenyak dan bangun dengan perasaan siap menghadapi hari. Bersih secara fisik memang penting, tapi bagi saya, ini soal kebersihan hati dan pikiran juga.
Dengan membuang sampah, terasa bahwa aku menutup hari dengan rapi. Meski esok rumah mungkin kembali berantakan oleh anak kecil penuh energi, aku setidaknya memulai dari titik yang nyaman.
Di usia 30-an, energi tak lagi seperti waktu muda, namun tanggung jawab justru lebih banyak. Malam bukan cuma waktu istirahat, tapi juga waktu untuk reset optimal. Dan buatku, reset itu dimulai dari rumah yang bersih dan nyaman.
0 comments:
Post a Comment