Cerita sebelumnya dapat dibaca di “Among The Two Doors” part.II
….
“Udah neng, lubangnya..”
“Makasih ya Pak Uwi…”
“Sama sama neng…”
“Eh eh… siapa itu.? Cakep bener.?” Mata Frasya tertuju
oleh sesosok wajah menawan
“Oh… Itu kak
Maris. Tetangga sebelah.” Jawab Tea datar
“Kamu nggak pernah cerita si.? Jahat. Eh dia kesini…”
kata Frasya girang
“Eh… Te, ngapain kamu.? Ngubur kucing mati ya.?”
“Eh, ngaco. Ini, barang yang nggak penting kok kak.”
“Owh….” Maris paham apa itu. Ia tersenyum.
“Ehem eheeeem….” Frasya berdehem
“Eh ya kak, kenalin, temen sekelas aku.”
“Frasya Trika Putri Renaldi. Kelas 2 IPA 6 SMA Tri
Tunggal. Lahir 6 Januari 1995. Golongan darah O. Panggil aja Frasya.. Eh satu
lagi, aku single.”
“ckck..” Tea kegelian mendengar perkenalan Frasya yang
kelewat lengkap itu.
“Eh.. lengkap banget. Aku nggak perlu lengkap lengkap
ya kenalinnya. Panggil aja aku Maris.” Jawab Maris singkat, disusul senyumnya
yang khas memperlihatkan lesung pipitya. Manis.
Sejenak berbincang bincang, Frasya langsung dekat
dengan Maris. Lelaki ini memang bersahaja. Wajahnya yang tampan memang memikat.
Sikapnya dewasa dan mandiri. Frasya langsung nyaman dan kagum padanya.
****
“Te, kamu jahat banget si..”
“Apaan si.? Aku nggak ngerti deh.” Jawab Tea singkat.
“Apaan si Fra.?” Asya nggak kalah bingung sama Tea
“Itu… tetanggamu yang cakep itu…”
“Owh, kak Maris ya.?” Jawab Nami dengan bangganya
“Kamu kenal Nam.?” Frasya kaget
“Iya donk, tiap maen ke rumah Tea, Tea aku minta panggil
kak Maris. Sahabatku yang paliiiiiiing baik.” Kata Nami sambil memeluk paksa
Tea yang sedang asyik makan.
“Tuh kan Tea jahat….” Rengek Frasya sambil menarik
narik lengan Tea
“Eh kalian ngobrolin apa sih.?” Eda bingung
“Owh.. kalian gitu ya ama aku sama Eda.? Nggak dikasi
tahu…” ngambek Asya
“Astaga….” Jawab Tea datar.
“Nih ya, mau aku certain tentang kak Maris. Mau
nggak.?”
Frasya melirik Tea.
“Aku nggak mau cerita tentang kak Maris. Males.”
“Kog gitu si Te.?”
“Ya iyalah. Kak Maris itu kalo sama Tea itu suka
nggodain sampe Tea sebel jadi ya.. Tea pastinya sebel sama tu orang.” Terang
Nami
“Eh… kayaknya kamu kenal banget ya… certain dong….”
Pinta Frasya
“Eh aku mau main ke rumah Tea ah…” kata Eda
“Iya, aku juga ikut.!” Asya nggak kalah semangat
“Eh diem kalian semua… Nami mau cerita nih… Nam
lanjutin Nam…” pinta Frasya
“Ehem ehem… Kak Maris itu sekarang kuliah di ITB
fakultas MIPA semester 3 ini.”
“Wuiiiiiiih….” Frasya, Eda dan Nami kagum
“Dan yang pentiing……….”
“Yang penting apa Nam.?” Asya penasaran
“Iya apa.?” Eda geregetan
“Sabar donk. Ehemmmm… dia single.!!!” Teriak Nami
semangat sampai lupa dia dimana
Hening sesaat. Seluruh pengunjung Café memandang
mereka. Salah tingkah, Nami hanya tersenyum dan menyruput minumannya sambil
mengacungkan dua jarinya, peace.
“Kamu ngomongnya kurang kenceng Nam, hahaha…”
“Malah ketawa kamu Te…”
“Eh, kerumahmu yok Te…” ajak Frasya
“Eh….” Tea
kaget
“Ayo…” kini Eda yang memaksa sambil menarik paksa
lengan Tea
“Iya iya.. Ayo..” Asya nggak kalah, dia mendorong
tubuh Tea.
….
***
“Panggil sana Te kak Maris…” pinta Asya
“Harus nraktir aku lho. Satu satu pokoknya.”
“Iya iya gampang. Sana cepet.” Kata Eda sambil
mendorong Tea agar bergegas pergi
“Uh… Kalian nyebelin.” Teriak Tea dari luar pagar
rumahnya
….
“Eh tante..”
“Eh Tea… Nyari siapa Te.?”
“Itu tante.. Ehm… kak Maris..” jawab Tea sambil
nyengir
“Owh. Maris lagi ditaman, sana susul aja..” jawab
tante sambil senyum senyum
“Ehehe.. Makasih tante..”
….
“Kalo nggak buat sahabat baik aku, nggak mau aku
nyusul ke taman cuma buat Maris yang nyebelin itu. Uh.. dimana tuh orang.” Tea
‘bergumam’ dalam hati.
“Eh, aku denger apa yang kamu omongin Te.. Maklum,
wajah aku yang ganteng ini emang mempesona kok. Fansku nambah lagi ya.?”
“Ya ampun. Ngapain kakak diatas pohon.? Mangganya
berbuah juga enggak..”
“Enggak si. Tapi lihat matahari dari sini kelihatan
bagus. Kamu pasti nggak percaya. Sini naik.” Ajak Maris lembut. Tangannya
menjulur untuk membantu Tea. Tanpa berkata apapun, Tea meraih tangan Maris. Tea
menggenggamnya dengan kuat.
“Wah… tinggi banget, gimana aku turunnya kak.? Kamu
harus tanggung jawab pokoknya..”
“Iya iya gampang. Lihat tuh…”
Tea mengalihkan pandangannya pada arah yang
ditunjukkan Maris.
“Indah…” tanpa sadar Tea mengucapkan lembut kata itu.
Disusul senyumnya yang manis.
Maris tak melewatkan untuk memandang matahari yang
hendak beranjak turun itu. Tapi matanya tertuju pada sesosok wajah yang lebih
menarik hatinya, kalem manis. Tak sadar, Maris kini menatapnya lekat lekat.
Hingga matahari telah turun pun tidak menyadarkannya. Sampai Tea menyadari
Maris sedang menatapnya lekat lekat.
“Woy kak..” sapa Tea sambil melambai lambaikan
tangannya dadepan wajah Maris.
“Eh….” Maris kaget. “Ayo ke rumahmu Te….”
“Ngapain.?”
“Katanya fansku mau ketemu.?”
“Astaga…” Tea baru ingat. Tangan kanannya spontan
menepuk dahinya. “Gimana turunnya nih.?” Tea bingung.
“Aku turun dulu. Kamu liatin aku turun. Ntar kamu aku
bantuin. Ok.?”
“Iya, cepet cepet sana.!”
“Iya nih aku turun. Lihatin.!” Maris turun pelan pelan
agar diperhatikan oleh Tea. “Udah, cepetan kamu turun.”
“Aku takut kak, gimana kalo jatuh.?”
“Cerewet banget sih. Aku tinggal nih….” Maris
melangkah meninggalkan Tea
“Eh tungguuuuu…….” Gubrak. Tiba tiba Tea sudah ada di
tanah. Wajahnya mengernyit.
“ha ha ha.. Kamu ngapain di tanah.?” Ejek Maris.
Tea tidak memperdulikan. Bete. Dia hanya memijit
kakinya yang sakit. Terkilir. Sambil menahan sakit, Tea mencoba berdiri. Tapi,
kakinya menolak untuk berdiri. Sebelum hampir terjatuh, tubuhnya sudah ditopang
tangan Maris.
“Ngapain kak.?” Tanya Tea dengan nada sewot
“Aku bantuin kamu dungu. Eh…. Pincang ya.? Sini aku
gendong.” Maris merendahkan punggungnya. Mempersilakan Tea untuk menaiki
punggungnya.
….
Bersambung…..
Cerita selanjutnya dapat di baca di “Among The Two Doors” part.IV