Cerita sebelumnya dapat dibaca di “Among The Two Doors” part.III
….
Kak Narayan |
Tea tidak memperdulikan. Bete. Dia hanya memijit
kakinya yang sakit. Terkilir. Sambil menahan sakit, Tea mencoba berdiri. Tapi,
kakinya menolak untuk berdiri. Sebelum hampir terjatuh, tubuhnya sudah ditopang
tangan Maris.
“Ngapain kak.?” Tanya Tea dengan nada sewot
“Aku bantuin kamu dungu. Eh…. Pincang ya.? Sini aku
gendong.” Maris merendahkan punggungnya. Mempersilakan Tea untuk menaikinya.
“Nggak ah.
Makasih.”
“Mau kakinya bengkak dan nggak sekolah besok.?”
Tanpa ditanya dua kali, Tea sudah naik ke punggung
lelaki ini. Beberapa langkah selanjutnya.. Tak sadar, Tea merebahkan kepalanya
disebelah kepala Maris. Nyaman. Sadar akan hal itu, Maris tersenyum lega.
“Maris… Tea.? Kenapa kamu sayang.?”
“Jatuh Ma.. Mana temen temenku.?”
“Mereka udah pulang. Kelamaan nunggu kamu katanya. Maris…
Tolong bawa sampai kamar ya…”
“Ah mama, aku masih bisa jalan sendiri…”
“Bawa aja Ris…”
“Eh… iya tante…” Maris menuju kamar Tea.
“Ah… Nyampe juga. Berat juga kamu ya Te.. Nggak
nyangka aku.”
“Makasih.” Belum sembuh juga betenya.
“Te.. Aku minta maaf ya… gara gara aku kamu jatuh.”
Tea kaget. Tak percaya kalau laki laki ini akan minta
maaf. Wajah Maris kali ini serius. Kali ini Tea baru sadar, temannya benar. Wajahnya
memang tampan.
“Nggak papa kog…” jawab Tea sambil tersenyum sekenanya
“Besok aku anter kamu sekolah. Nanti aku bilang sama
mama kamu. Sebagai tanda maaf. Nggak usah protes. Oke. Aku pulang dulu. Cepet
sembuh ya..” diakhiri dengan senyum, akhirnya Maris melenggang pergi.
Tea tak berkata kata. Terhipnotis oleh perubahan
Maris, yang tanpa diduga duga bisa sangat baik dengannya.
****
“Tea.. kamu diantar siapa tadi.? Numben pake mobil,
biasanya jalan kaki. Eh, kamu kok pincang sih.?” Tanya Asya heran
“Eh…. Iya nih. Terkilir. Dan, itu mobilnya kak Maris.”
“Kak Maris.? Kog bisa.? Gimana ceritanya.?” Tanya Asya
“Cerita apa Sya.?” Tanya Nami bingung
“Ini, si nyonya dianter Kak Maris tadi pagi…”
“Serius kamu.?”
“Katanya….. makanya aku minta diceritain..”
“Eh.. Frasya sama Eda dimana sih.?”
“Nggak usah ngalihin pembicaraan deh..” Asya senewen
“Frasya kan nggak berangkat, ijin. Papanya dioperasi
hari ini. Kalo Eda, dia kan lagi tanding basket sama SMA Tanjung Harapan…”
jelas Nami
“Owh… Makasih Nami yang baik atas penjelasannya.” Kata
Tea sambil melirik Asya yang masih aja mrengut. “Oke oke aku ceritain….”
“Nah gitu donk…” wajah Asya berubah menjadi cerah
Diceritakanlah apa yang yang terjadi antara dia dan
Maris. Semuanya. Kecuali satu hal. Nyamannya saat dipunggung Maris.
….
Sepulang sekolah, tak disangka mobil yang
ditumpanginya pagi tadi sudah terparkir di depan sekolah. Kak Maris. Sosoknya
yang memiliki badan ideal, gayanya yang maskulin dan wajah yang tampan menarik
semua mata gadis yang melewatinya. Tak heran. Hanya satu orang yang terlihat heran,
Tea.
“Ngapain kakak disini.?”
“Jemput kamulah, sekalian ajak kamu jalan. Tenang aja,
aku udah pamitin ke mamamu kok.”
“Ciyeeee…. Kita diajak nggak nih.?”
“Eh, kalian harus ikut….”
“Ha.? Ikut.?” Tanpa sadarkata itu keluar dari mulut
Maris. Menyadari hal itu membuat suasana jadi kaku, Maris memperbaiki
kalimatnya. “Eh… Maksudku, kalian ikut aja..”
Menyadari hal itu, tidak diinginkan oleh Maris, Asya
turun tangan. Dan Asya tahu perasaan Maris sebenarnya.
“Ah, enggak kak. Makasih. Udah ada janji sama Nami.
Yak an Nam.?”
“Aku.? Janji apa.?”
“Itu lho… ehm… masak kamu lupa.” Jelas Asya sambil
menarik tangan Nami
“Aku kan mau i…..”
Belum selesai Nami bicara, kalimatnya sudah dipotong
oleh Asya yang langsung pergi menarik tangan Nami yang bersikeras ingin ikut.
Melangkah pergi sambil mengucapkan salam perpisahan…
“Duluan ya…”
Sejenak Tea melihat sahabatnya itu sangat aneh.
“Kok mereka aneh.? Kemaren ngebet mau ketemu, sekarang
ada orangnya malah kabur…”
“Udah ah. Ayo jalan…”
Sejurus kemudian, mobil telah melaju. Dengan perasaan
yang gembira, Maris, dapat membawa Tea pergi bersama. Hanya berdua.
“Aku mau pulang aja, besok ada ulangan. Aku nggak mau
capek…”
“Tapi…”
“Ah… Aku lagi bete…”
Mendengar kata itu, Maris pasrah. Dia tak mau memaksa.
Dia memang suka memaksa, tetapi tidak kali ini. Tidak dengan Tea.
“Baiklah…”
****
“Te… apa kamu nggak sadar.?” Nami membuka percakapan
“Sadar apa.?”
“Kak Maris itu suka sama kamu…” jawab Eda gemes
“Ngaco kudrat kalian…”
“Kamu yang nggak peka…”
“Peka.? Maksudmu Sya.?”
“Kak Maris ada buat kamu saat kamu sedih.” Jawab Asya
“Saat kamu butuh temen..” tambah Frasya
Kali ini dengan nada membentak Nami mengatakan,
“Bahkan saat kamu dengan teganya cuek sama dia aja, dia tetep berusaha ngibur
kamu Te.!!”
Diam. Tea hanya terdiam. Berfikir.
“Sekarang bilang ke aku. Apa perasaanmu ke Kak Rayan.?
Suka.?”
Lagi lagi Tea terdiam. Kembali berfikir.
“Kak Rayan cerita ke aku. Meskipun kalian jalan
berdua, pikiran kamu entah kemana. Yang kamu bicarain hanya tentang hebatnya
seseorang yang kuliah di ITB. Itu kak Maris kan.?”
Tertegun. Tea tersadar. Nyamannya saat bersama dengan
Kak Maris berbeda dengan nyamannya berada bersama Kak Rayan. Kini ia mengerti,
Kak Rayan. Dia hanya suka padanya seperti layaknya kakak dan adik. Tapi
perasaannya dengan Kak Maris berbeda, lebih. Lebih dari itu.
Bersambung…..
Cerita selanjutnya dapat di baca di “Among The Two Doors” part.V (TAMAT)